Aku ingat secangkir energen dan sebungkus roti yang kamu sajikan untukku pada satu pagi.
Aku ingat sekotak bakpia Jogja yang kamu bawakan padahal kita sama-sama dinas kesana (hanya saja waktu itu kamu pulang belakangan).
Aku ingat ongkos Gojek yang sering kuminta darimu, dan aku nggak pernah berhasil mengembalikannya.
Aku ingat pulsa 50rb yang kamu isikan buat aku malam-malam. Yang inipun aku nggak berhasil mengembalikan.
Aku ingat masker yang tiba-tiba kamu antarkan ke ruanganku: “Nih, jangan pakai lagi yang dari supir Gojeknya, jorok” katamu waktu itu.
Aku ingat segelas Cappuccino dari sevel dan sebungkus Roma yang kamu antar ke ruanganku suatu pagi.
Aku juga tidak mungkin melupakan sarapan yang entah sudah berapa kali kamu antarkan ke ruanganku. “Biar nggak malnutrisi” katamu. Atau, “Delivery” katamu sambil menyodorkan seporsi siomay. Tindakanmu itu kak, teramat manis. Siapa yang sanggup melupakan itu?
Aku ingat jaket yang kamu lepas dari badanmu dan meminjamkannya untukku karena aku lupa bawa jaket buat kupakai kuliah malam. Dan sejak itu kamu sengaja meninggalkan sebuah jaketmu di lemari kantor sebagai cadangan, barangkali besok-besok aku lupa bawa jaket lagi.
Aku ingat hal konyol yang kita lalui. Mulai dari sulitnya menentukan tempat makan, hingga kejadian membuka pintu mobil orang karena mengira itu taxi pesanan kita.
Aku ingat berkali-kali mengganggumu minta dipesankan gojek ketika aplikasi di ponselku error. Padahal kamu juga sedang sibuk.
Aku ingat kain batik dari Cirebon, juga baju dari Jogja.