1. Bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap profesi jurnalis berdasarkan UU No 40 tahun 1999
Istilah kriminalisasi berasal dari terminology Ilmu Kriminologi dan Hukum Pidana yang diartikan sebagai penentuan perilaku yang semula tidak dipandang sebagai kejahatan, tetapi berubah menjadi suatu perbuatan yang dapat dipidana oleh hukum. Selain itu, kriminalisasi didefinisikan sebagai penetapan oleh penguasa atau pemerintah yang berwenang terhadap perbuatan tertentu dalam golongan masyarakat yang dapat dipidana (Luthan, 2009).
Kriminalisasi dalam criminal policy bertujuan untuk melaksanakan upaya preventif tindak pidana dan mewujudkan perihal kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Perbuatan pidana tersebut adalah hasil dari suatu pertimbangan normatif (judgement) yang berakhir dengan sebuah keputusan (decision) (Kenedi, 2018).Â
Kriminalisasi merupakan salah satu permasalahan ketika merumuskan kebijakan hukum pidana yang terdiri dari rumusan kriminalisasi yang membahas perbuatan seperti apa yang seharusnya disebut delik pidana dan rumusan penalisasi yang berbicara tentang sanksi pidana apa yang patut dikenakan kepada pelaku (Prasetyo, 2009). Seiring berkembangnya zaman, kriminalisasi juga ikut berkembang dengan berbagai cara dan taktik yang lebih rapi. Segala teknologi modern bahkan dapat digunakan sebagai alat kriminalisasi modern.
Kecepatan teknologi dan lajunya penyebaran informasi telah mengalihkan dimensi dunia ke dalam era digitalisasi. Kemajuan teknologi telah memberikan perubahan yang signifikan di berbagai sektor kehidupan, namun berimplikasi pada maraknya kasus kejahatan mayantara (cyber crime). Bentuk perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesi yaitu adanya UndangUndang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia.Â
Pasal 8 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 mengatur secara tegas bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum. Sedangkan pasal 18 Undang-undang No. 40 Tahun 1999 mengatur ketentuan pidana dengan memberikan sanksi terhadap barang siapa yang dengan sengaja melawan hukum menghambat fungsi, tugas dan peran wartawan sesuai dengan hak dan kewajiban yang diatur oleh ketentuan perundangan.
Bedasarkan pada ketentuan di atas dapatlah disimpulkan bahwasannya dengan lahirnya Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers, wartawan dalam menjalankan tugas, fungsi dan peranannya dalam menjalankan kegiatan jurnalistik telah mendapatkan perlindungan hukum secara khusus. Â Undang-Undang inilah yang berlaku sekarang yang memuat berbagai perubahan yang mendasar atas Undangundang No. 11 Tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 4 Tahun 1967 dan Undang-undang No. 21 Tahun 1982.
Hak dan kewajiban Wartawan dalam menjalankan profesinya telah mendapatkan perlindungan hukum yang diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 1999, salah satunya hak dari wartawan tersebut adalah hak tolak sebagaimana telah diatur dalam pasal 1 ayat 10 Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers. Adapun yang dimaksud dengan hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasaikannya. Selain itu Hak tolak tersebut diatur pula dalam pasal 4 ayat 4 Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers,disebutkan bahwa :Â
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak. Di dalam Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, juga mengatur mengenai hak tolak sebagai salah satu hak dari wartawan dalam menjalankan profesinya, sebagaimana termaktub dalam pasal 14 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia disebutkan bahwa : Â Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutanv
Adanya segala peraturan dan kode etik tersebut merupakan suatu bentuk perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesinya. Upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mendapatkan perlindungan hukum bagi wartawan dalam menjalankan profesinya telah diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Upaya hukum yang dilakukan wartawan jika mendapatkan halangan dalam mencari, meliput dan menyampaikan berita atau informasi pertama kali dilakukan yaitu dengan melaporkannya kepada Dewan Pers yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut. Sebagaimana pasal 15 Undangundang No. 40 Tahun 1999 yang mengatur fungsi dan wewenang Dewan Pers.Â