Mohon tunggu...
Monika Yulando Putri
Monika Yulando Putri Mohon Tunggu... Akuntan - Analis. Blogger. Traveler

Pecinta buku, pengamat media sosial dan penghobi jalan-jalan. Bisa juga dikunjungi di www.monilando.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ani Telah Mati

10 Mei 2012   16:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:28 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pandangan matanya tegak lurus menatap area persawahan dari balik jendela kamar. Air matanya pelan-pelan membasahi pipi gadis berkulit kuning langsat ini. Seharusnya ia berbahagia, tiga minggu lagi ia akan menjadi pengantin. Menggelar pesta pernikahan tiga hari tiga malam, meramaikan desa kecilnya dengan pergelaran wayang dalang terkenal dari ibukota provinsi. Seharusnya. Kalau saja laki-laki yang bersanding dengannya Agus sang pujaan hati, bukan seorang duda beranak satu sang pengusaha mebel.

“Nduk, kamu mbok ya mau ngerti keadaan orang tuamu. Bapakmu cuma petani. Utangnya banyak. Mbokmu cuma pembantu. Cuma kamu harapan simbok satu-satunya. Simbok capek jadi orang miskin seumur hidup,”

Kata-kata Simbok begitu terngiang-ngiang jelas. Seperti memantul di segala sisi kamar.

“Wis to, nanti kamu akan bahagia sama dia, kaya itu bahagia nduk,miskin itu sengsara, kayak kita sekarang ini”

“Ani sudah punya pekerjaan mbok walau cuma tukang jahit, Ani bisa membantu Simbok,”

“Wis to nduk, manut itu enak,”

Ani menggelengkan kepalanya cepat. Menikahi orang yang tak dicintainya sama sekali bukan keinginannya. Ada Agus yang akan melamar ketika modal untuk menikah sudah mencukupi. Ia memantapkan niat. Mengemasi beberapa helai pakaian dan memasukkan ijazah SMK jurusan tata busana yang didapatnya sebulan lalu. Tak lupa ia meletakkan sepucuk surat untuk Simbok dan Bapak. Pelan-pelan dipanjatnya jendela, tanah depan rumah rumah becek sehabis hujan. Secepat mungkin ia berlari menuju Budi sahabatnya yang telah menunggu dengan motor di ujung gang. Meminta Budi menginjak gas kencang-kencang. Menuju stasiun. Ke Jakarta ia akan datang. Mengejar Agus yang bekerja sebagai teknisi pabrik di kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri. Mengejar mimpi-mimpinya…

---

Ani membuka matanya. Matahari pagi mulai memancarkan sina hangat. Sawah-sawah hijau di desanya telah berganti menjadi gedung tinggi nan angkuh. Selamat datang di ibukota. Dibacanya kertas kecil yang menunjukkan alamat pabrik tempat Agus bekerja sambil mengangguk-angguk. Dari stasiun Senen sekali naik mobil angkutan berwarna biru, turun di daerah bernama Pulo Gadung, kata Budi yang pernah bekerja di Jakarta.

Tak susah pikirnya. Tahu-tahu ia sudah berada di daerah yang digambarkan Budi.

“Permisi Pak, tahu alamat ini?” Ani mengangsurkan kertasnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun