Mohon tunggu...
Monica JR
Monica JR Mohon Tunggu... Konsultan - Strategic PR in Lingkaran Survei Indonesia Denny JA

Amor Fati and Interbeing

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Why Government Fails so Often?

18 Juli 2022   10:15 Diperbarui: 18 Juli 2022   10:42 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok Princeton University Press

Why government fails so often? Karena kebijakannya gagal. Dengan kebijakan unggul, pemerintah dapat mengelola regionnya dengan efektif. Bukan karena pemerintahannya kuat sehingga efektif, namun karena kebijakannya unggul dan didukung masyarakatnya.

M. Porter mengatakan, public policy yang buruk tidak hanya mengakibatkan gagalnya program pembangunan. Lebih jauh lagi: menjadikan rakyat menderita!

Public policy ibarat koridor yg mengarahkan energi dari suatu bangsa agar menjadi kekuasaan yang mengarah ke satu tujuan bersama.

Krisis dimulai dari kebijakan yg tidak tepat. Kejatuhan atau keberhasilan suatu daerah semakin ditentukan oleh keunggulan kebijakan publiknya, bukan oleh sumber daya alam (SDA), posisi strategis, bahkan politiknya. Semua itu adalah faktor pembentuk, bukan lagi faktor penentu. Jadi apa contoh kasus di Indonesia yang public policy jadi concern utama dalam konteks pendidikan?

Data 1:

Data BPS thn 2018 mencatat bahwa tenaga kerja kita masih didominasi oleh lulusan SD dan SMP. Lulusan perguruan tinggi & Diploma baru mencapai 12%. Pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 319 juta dgn 73% tinggal di perkotaan. 90% penduduk di Pulau Jawa tinggal di perkotaan. PwC memprediksi Indonesia akan berada di peringkat 5 ekonomi terbesar dunia thn 2030 dgn PDB based on PPP sebesar 5.424 miliar US dolar.

 

Data 2:
Dalam Global Competitiveness Index 2019, Indonesia yg tadinya urutan ke 45 menurun ke posisi 50.

Jadi bagaimana cara kita menghadapi isu ini?
Bonus demografi harus kita manfaatkan untuk jadi penggerak kekuatan ekonomi. Pemahaman terhadap inovasi, creativity, dan entrepreneurship harus jadi budaya bangsa. Ini yang harus menjadi kesadaran kolektif dan dimulai dari pemimpin daerah.
Tujuan: untuk sungguh-sungguh membangun kualitas SDM, pendekatan Business as Usual sudah zombie (usang, tak bisa diandalkan). Kita memerlukan radical rethinking way of human development. 

Ada 5 indikator yang bisa menjadi patokat pengembangan SDM kita oleh World Economic Forum :
1. ICT Adoption
2. Kesehatan
3. Skill set para lulusan serta kemudahan mendapatkan tenaga kerja terampil
4. Pasar tenaga kerja berkaitan dgn upah v. Produktivitas.
5. Produk market sebagai efek dari distorsi kebijakan pajak & kompleksitas tarif.

Kita harus berani menargetkan pada tahun 2030, setidaknya 35% pasar tenaga kerja Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi dan diploma yg terampil guna menghadapi revolusi Industri 4.0 and beyond.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun