Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Saat Debat, Mudah Emosional, Kenapa Ya?

10 Januari 2024   04:27 Diperbarui: 10 Januari 2024   17:08 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kegalauan(sumber : pribadi, image creator, bing.com)

Kenapa kita mudah terpancing emosi ? ini pertanyaan dasar, yang menyasar pada kondisi kebatinan seseorang. Kelihatannya, bukan hanya orang yang biasa, bahkan,  orang-orang yang kita anggap dewasa, cerdas, dan panutan pun, dalam kondisi tertentu, bisa terpancing emosi. Seperti yang terjadi dalam kegiatan debat pilpres 2024 kali ini.

Sekali lagi, pertanyaan mendasar saat kita menyaksikan debat pilpres 2024 adalah mengapa seseorang bisa mudah terpancing emosi ?

Paparan ini, tidak akan merujuk pada hasil penelitian yang ilmiah mengenai kejadian itu. Ulasan ini, lebih merupakan renungan atau refleksi pada diri sendiri, dengan menggunakan gambaran atau cermin kejadian saat kita menyaksikan acara debat pilpres/cawapres di tahun 2024 ini. 

Wah, kalau begitu, maka jangan-jangan, uraian ini bisa memancang emosi pembaca juga nih ?

Hak, memangnya kenapa ? 


Ya, itu, kalau opini, pandangan, pendapat, atau penilaian seseorang pada orang lain, yang tidak benar, atau tidak mendasar, lantas disebutkan di ruang publik, pastilah, hal itu akan memancing emosi orang yang dituduhnya.  

Jadi, tulisan inipun, kalau misalnya tidak ilmiah, tidak ada alasan atau tidak berdasar, jangan-jangan, bisa memancing emosi para pembaca juga.

Nah, sekarang kita lanjutkan lagi, mengapa pembaca emosi membaca tulisan ini ?

Pertama, ada beban kepentingan.  Seseorang yang memiliki beban kepentingan, maka dia akan terhinggapi upaya membela diri, mempertahankan, atau upaya melawan argumentasi lawan. Ketika beban kepentingan ini dianggap besar dan sangat sakral bagi dirinya, maka bukan hal mustahil akan menjadi beban berat dalam dirinya.

Kita mengetahui bahwa dalam konteks debat-pilpres, setiap kandidat  memiliki beban yang sangat berat. Beban berat itu, adalah tanggungjawab untuk menampilkan performa terbaik, untuk menjaga elektabilitas. 

Seorang capres memiliki beban berat untuk menjaga elektabilitas, karena penampilan cawapresnya yang dianggap belum sempurna, atau sebaliknya, maka dirinya merasa ada beban untuk memulihkan performa itu sehingga elektabilitasnya tetap tinggi.

Bila tidak terkendalikan, beban berat yang dirasakannya, akan menjadi pemantik depresi yang tercipta saat itu. Kalau sudah demikian adanya,  maka siapapun, akan mudah terpancing emosi, dan menunjukkan sikap emosional.

Kedua, motif pertahanan dan penyerangan. Bila dalam diri kita, terhinggapi motif menyerang lawan,  akan ada usaha 'maksimal' dari dalam dirinya menyusun bentuk serangan. 

Terlebih jika kemudian, serangan itu dibarengi adanya keinginan untuk bertahan karena lawan memberikan argumentasi bantahan. Motif menyerang dengan bertahan yang tidak berimbang, atau tidak terkendali, maka akan menjebol tembok rasionalitas, dan kemudian memunculkan emosionalitas.

Untuk konteks kedua ini, tidak ada istilah akademisi, politisi, atau birokrasi. Setiap orang. Akan mengalami hal seperti ini. Orangtua, anak-anak, maupun kalangan remaja. Bila dirinya merasa diserang, terlebih lagi, karena disudutkan, maka upaya menyerang-baliknya, akan terpancing dengan aura emosional.

Ketiga, terbukanya kelemahan diri di arena publik. Sikap emosional, nampaknya akan terbakar, bila seseorang merasa sisi-kerahasiaannya dibuka atau terbuka atau terlihat oleh pihak lain, dan kemudian terucapkan di sisi publik. Arena debat adalah arena publik. 

Di ruang ini, seseorang bisa menyampaikan pemikiran, dan pandangan subjektifnya terhadap lawan politiknya. Pada saat ada pikiran dan pandangan subjektif terhadap kinerja lawan, maka potensial ada usaha membongkar kinerja itu.

Sekali lagi, ketika ada titik lemah yang dibuka atau terbongkar di ruang publik, upaya pertahanan akan memancing seseorang berada pada situasi yang emosional.

Keempat, tersinggung sisi kepribadian. Jika nalarnya menilai orang lain lebih membicarakan masalah pribadi, dibandingkan dengan masalah ide dan gagasan, kelihatannya (sekali lagi ini persepsi kita sebagai penonton), akan memudahkan terpancingnya sisi emosionalitasnya. Urusan pribadi dan personal itu, rasanya adalah sisi-sakral yang sensitif banget kaitannya dengan emosi seseorang.

Lucunya, sekali lagi, memang bukan hanya birokrat atau birokrat, siapapun dalam konteks ini, akan terjebak bersikap emosional. Padahal, dalam konteks kontestasi politik, maka apapun dan dalam kondisi bagaimanapun, kemampuan mengelola emosi dan sikap di ruang publik, merupakan sebuah keniscayaan. 

Tersebab, tanpa ada  kemampuan menjaga emosi diri sendiri, maka bagaimana mungkin kandidat itu akan mampu mengelola negara yang memiliki tekanan (stressor) yang sangat kompleks !

Ada sebuah dugaan, hanya mereka yang tidak memiliki beban, yang bisa enjoy dalam sebuah forum publik. Orang yang tidak memiliki kepentingan, akan kehilangan beban mental, beban moral, atau beban sejarah dalam sebuah perdebatan.

Lha, tetapi hal seperti itu, adalah sesuatu yang mustahil, karena seorang kandidat atau capres-cawapres, pasti memiliki beban-moral mempertahankan performa supaya tetap leading atau memiliki elektabilitas tinggi ? 

Ya, maksudnya, kalau seorang kader memiliki  dosa sejarah, yang bisa menjadi beban moral bagi dirinya, maka akan mudah terpancing masalah, dan emosional. 

Kalau seorang kandidat memiliki rekam jejak yang kontroversial, atau mudah ditarik-ulur ke ranah hukum dan pidana, walaupun hari ini ada dalam posisi 'aman', maka akan mudah dipancing dan terpancing emosional.

Bila demikian adanya, maka jelas sudah bahwa calon presiden dan cawapres kita ini, haruslah ada dalam posisi yang minimalis dalam  kasus,  tetapi memiliki rekam jejak yang membanggakan, sehingga tidak menjadi 'celah ocehan' publik yang bisa memancing emosi nya sendiri. 

Kematangan, kedewasaan, dan kesadaran, akan menjadi modal dalam membangun kepribadian seorang negarawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun