Mohon tunggu...
Momon Sudarma
Momon Sudarma Mohon Tunggu... Guru - Penggiat Geografi Manusia

Tenaga Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ikatan Keruangan: Sense of Place

16 Desember 2023   04:14 Diperbarui: 16 Desember 2023   04:28 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pribadi, image creator, bing.com

Terharu. Kangen. Rindu. Itulah beberapa kata, yang bisa dirasakan oleh seseorang, saat melihat kampung halamannya dari jauh. Entah melihatnya dari foto, media elektronik, atau dokumen kiriman teman yang masih ada di kampung halamannya.

Bagi mereka yang pernah ke luar wilayah, apakah tinggal di luar kota, di luar negeri, atau apapun namanya, yang penting ke luar wilayah tempat kelahiran, sebagian besar diantaranya, ada yang merasakan hal seperti itu. Satu kerinduan untuk pulang ke  kampung halamannya. Seperti yang teralami dalam ilustrasi itu. Seorang perempuan perantau, berusaha menahan kerinduan untuk pulang, dengan sekedar menatap dari jauh kampung halamannya. Namun, hati, perasaan dan air mata, tidaklah bisa ditahannya, dan tidak bsia ditangguhkannya. Air mata menetes, sebagai wujud kerinduan yang mendalam, terhadap kampung halamannya yang sudah lama dia tinggalkan.

Tidak jarang juga, mereka yang sudah berlama-lama menjalani kesuksesan di luar kampung halaman, kalau menjelang pensiun atau sudah pensiun, berkeinginan keras untuk mudik ke kampung halaman. Seperti yang dialami dan teralami seorang teman. 30 tahun lamanya berkarir sebagai ASN di Kota Bandung, namun setelah pensiun dia membangun rumah untuk keluarganya di kampung halamannya di Tasikmalaya.

Pilihan yang  realistis. Katanya, mendekati sanak saudara, atau leluhur di kampung halaman. Sebuah logika sosiologis yang normal, yang biasa dimiliki oleh banyak orang.

Lha, lantas bagaimana jika di kampung halamannya sudah tidak ada sanak saudara ? akankah mereka pulang ke kampung halamannya juga ? pada saat hal seperti ini terjadi pada seseorang, akan ada gerak psikologi yang berubah dan berkembang, terkait ikatan keruangan yang ada dalam jiwanya. Ikatan keruangannya akan berkembang sesuai dengan variabel baru yang tumbuhkembang dalam proses pendewasaan dan pematangan hidup dan kehidupannya saat itu. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila kemudian, untuk sekelompok orang pada kategori ini, ada  juga yang akhirnya memilih untuk tetap tinggal di daerah perantauan. Mereka mengartikan, darah perantauannya sebagai tempat tinggalnya juga.

Apa yang menarik dari kisah ini ? 

Sejatinya, secara primordial, manusia memiliki keterikatan kepada daerah atau tempat tinggalnya. Ikatan ruang ini seperti ini, biasa disebut 'kesadaran ruang" atau sense of place. Apapun makna daerah, tempat tinggal atau ruangnya. Artinya, ada yang mengartikan ruang sebagai tempat pematangan dan pendewasaan, dan ada ruang tempat asal kelahiran. Kekuatan daya tarik antara kedua hal itu, sangat berbeda bagi setiap orangnya. karena itu pula, maka respon manusia pun akan berbeda-beda.

Sebagian yang tinggi nilai nasionalisme (baca : daerahismenya) akan mengedepankan kesadaran akan tempat tinggal, dan rumah darahnya. Misalnya, dalam  skala kecil yaitu rumahnya, desanya, sekolahnya, kecamatannya, propinsinya, dan atau negaranya. Orang ini adalah daerahisme atau nasionalisme.

Tetapi sebagian orang lagi, ada yang memperjuangkan daerha tempat tumbuhkembang dan pematangan kedewasaannya. Dia tidak memperdulikan dimana dia dlahirkan, melainkan dimana dia bisa tumbuhkembang. Maka tidak mengherankan, kemudian dia bangga dengan tempat perantaian, dan tidak pulang lagi ke kampung halaman.

Apakah satu diantara kedua itu, saling menghapus atau saling meniadakan, atau ada yang lebih baik dan tidak baik ? tentunya, bergantau pada perspektif atau persepsi kita mengenai ruang, tempat tinggal kita ini. Hal yang pasti, yang ingin disampaikan, setiap orang pasti memiliki ikatan batin dengan ruang, tempat tinggalnya masing-masing !  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun