Mohon tunggu...
Mojiono
Mojiono Mohon Tunggu... Dosen - Kini ngajar di kampus trunojoyo, Madura.

Menulis sains pangan dan pertanian serta serba-serbi kampus

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengapa Tak Boleh Membuang Makanan? (Bagian 2)

10 September 2020   15:24 Diperbarui: 10 September 2020   15:22 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulir padi siap panen. Sumber: gatra.com

Sesuai dengan yang dijanjikan di bagian 1 (lihat di SINI), ulasan mengenai perjalanan 1 porsi pecel, from farm to table, akan disajikan di bagian 2. Sepintas, harga 1 porsi pecel yang berkisar Rp. 8 ribu hingga Rp. 15 ribu nampaknya sangat enteng di kantong, namun sebetulnya ada perjalanan yang panjang dibalik menu 1 porsi pecel ini. Pembahasan akan difokuskan pada nasi, yang memang menjadi komponen utama pada menu tersebut sekaligus menjadi makanan pokok nomor wahid bagi sebagian besar penduduk Indonesia.  

Baiklah, pertama mari kita lihat bagaimana perjalanan beras menjadi nasi. Untuk menghasilkan beras yang bagus, tanaman padi tidak hanya memerlukan pupuk yang memadai dan kualitas tanah yang bagus, namun juga membutuhkan suplai air yang cukup. Tanpa air yang cukup, tanaman padi bisa gagal panen. Memangnya, berapa jumlah air yang diperlukan untuk menghasilkan gabah?

Berdasarkan tulisan Dr. Bouman, ilmuwan di bidang air dan peneliti di IRRI (merupakan nama lembaga internasional yang fokus pada penelitian padi), bahwa tiap 1 kg gabah (rough rice) diperlukan rata-rata 1432 liter air. Banyak ya? Lumayan. Jumlah air tersebut setara dengan 75 galon air minum isi ulang. Ini baru 1 kg gabah loh, bukan nasi. Kalau buat nasi, butuh lebih banyak air karena diperlukan untuk memasak. 

Pesan utamanya adalah bahwa kebutuhan air untuk menghasilkan bulir-bulir beras ini cukup banyak. Dari sumber yang sama, tulisan Dr. Bouman, bahwa kebutuhan air tersebut hampir sama dengan yang dibutuhkan oleh gandum (1480 liter), namun lebih banyak dari pada yang dibutuhkan oleh  jagung (1150 liter) dan barley (1000 liter). Dari mana air untuk mencukupi kebutuhan tersebut? Ya bisa dari irigasi maupun hujan. Sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing.

Sekilas info, air memang menjadi sumber daya sangat strategis. Tak perlu bertele-tele menceritakan pentingnya dan peran air untuk manusia. Ingat saja, bahwa sekitar 60% tubuh manusia adalah air, ya artinya jika anda berbobot 100 kg, maka sebetulnya 60 kg tersebut adalah air. Yang jelas, dari sisi akademik, karena begitu pentingnya air, maka ada satu jurnal bernama "water" terbitan MDPI yang memang didedikasikan untuk menampilkan hasil riset atau kajian terkini seputar air.

Jurnal water terbitan MDPI khusus membahas air. Sumber: https://www.mdpi.com/journal/water
Jurnal water terbitan MDPI khusus membahas air. Sumber: https://www.mdpi.com/journal/water

Baik, kita lanjut. Perjalanan dari gabah ke beras juga menarik, meski tidak serumit saat masih berupa tanaman. Butuh waktu berminggu-minggu mulai dari pembibitan hingga tanaman siap dipanen. Dari panen, gabah dikeringkan menjadi gabah kering giling (GKG). Umumnya, pengeringan dilakukan secara konvensional, dijemur di bawah terik matahari. Tujuan pengeringan adalah menurunkan kadar air, menjadi 13-15%, agar bisa bertahan lebih lama.

Selesai pengeringan, gabah tadi digiling untuk memisahkan sekam, sehingga dihasilkan beras. Apa langsung bisa dimasak jadi nasi? Tunggu dulu. Beras ini kemudian dikemas, setelah dibersihkan dari kontaminan (alias pengotor seperti serpihan kayu, batu dll). Sebagian petani memilih tidak menjual gabah, namun menyimpannya di lumbung dan menggilingnya saat diperlukan.

Oke, lanjut. Dari beras kemasan, lanjut proses distribusi ke toko dan/atau pasar, yang akhirnya kalian beli untuk konsumsi. Bisa jadi, nasi yang kita konsumsi berasal dari beras di wilayah lain; si beras ini rela menempuh jarak puluhan hingga ratusan kilometer hanya untuk menunaikan tugasnya menjadi nasi untuk kita. 

Bisa jadi, nasi yang kita konsumsi berasal dari beras yang diperoleh dari wilayah lain; si beras ini rela menempuh jarak puluhan hingga ratusan kilometer hanya untuk menunaikan tugasnya menjadi nasi untuk kita.

Tentu saja, beras perlu dimasak agar menjadi nasi; dan lagi-lagi, proses ini memerlukan air. Dari mana airnya? Bisa dari sumur pribadi ataupun air kemasan/galon. Air inipun tidak begitu saja hadir di depan mata, namun telah melalui tahapan yang amat panjang. Air yang ada di perut bumi, yang mungkin jaraknya puluhan meter di bawah tanah, disedot dan disalurkan menjadi air bersih untuk manusia. Belum lagi jika air galon yang diperoleh dari pegunungan, prosesnya tentu jauh lebih rumit.

Nah sekarang, coba kita pikir-pikir, perjalanan dari bulir beras hingga menjadi sesuap nasi ini ternyata tidak simpel. Ada tahapan panjang dan rumit. Butuh tangan-tangan manusia, termasuk petani yang berjasa menanam padi. Ada jasa sopir truk yang mengangkut air dan beras, dan seterusnya. Selain itu, alam dan lingkungan juga ikut memberi intervensi (terlibat): hujan, air, panas matahari dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun