Mohon tunggu...
Moh Makhrus
Moh Makhrus Mohon Tunggu... lainnya -

https://www.facebook.com/moh.makhrus/photos

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nilai Esensi Upacara Sekolah

26 Oktober 2013   10:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap hari senin, banyak sekolah yang mengadakan upacara, sebelum jam pelajaran dimulai. Banyak siswa yang menilai bahwa kegiatan tersebut hanya ritual belaka, tanpa adanya nilai, sehingga para siswa umumnya tak ada "greget" sedikitpun untuk mendengarkan ceramah pembina upacara. Mereka umumnya saling berbicara, yang diam juga tak ada upaya untuk memahami apa yang disampaikan oleh pembina upacara.

Sebenarnya upacara hari senin sangat sarat nilai. Diantaranya upaya penanaman nilai kedisiplinan. Dari peserta upacara, petugas upacara maupun pembina upacaranya, tanpa kedisiplinan, maka upacara tidak bisa dilangsungkan. Nilai ini sangat urgen untuk ditanamkan pada diri siswa, karena kedisiplinan itu sendiri suatu nilai pondasi untuk meraih masa depan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas Alfa Edison, penemu listrik: bahwa keberhasilan seseorang berasal dari 99 % dari keringat dan 1 % dari langit. Keringat dalam hal ini adalah kedisiplinan itu sendiri.

Jepang suatu negara yang ada di kawasan asia timur, pada tahun 1945 nasibnya sama dengan negara Indonesia, yaitu sama- sama menjadi negara yang terpuruk. Indonesia negara bekas negara yang dijajah, sementara Jepang merupakan negara yang kalah perang  melawan sekutu, dua kotanya, yaitu Nagasaki dan Hirosima "hancur minah", luluh lantak. Saat itu kehidupan di segala ranah mencapai titik nadir.

Tapi, beberapa dekade kemudian Jepang bangkit  dari keterpurukan, bahkan mampu menggeliat, dalam ranah ekonomi mampu menguasai pasar dunia. Apa kuncinya, Jepang bisa bangkit dan mampu menguasai pasar global?

Adalah Ayip Rosidi seorang kolumnis, kelahiran Cirebon yang pernah bermukim di Jepang, pernah menulis artikel tentang kunci kebangkitan bangsa Jepang, yaitu "workchohelic" dan "readchohelic" kecanduan bekerja dan kecanduan membaca.

Sebagaimana kita sudah memahami bahwa Jepang merupakan negara yang paling banyak jam kerja, dan umumnya masyarakat Jepang sangat responsif terhadap kerja lembur. Kerja di mata masyarakat Jepang tidak hanya bernilai ekonomis saja, tapi juga bernilai sosial. Jadi kerja di mata masyarakat Jepang sangat terhormat.

Sementara Jepang dalam hal membaca tidak diragukan lagi semangatnya. Ayip Rosidi mensejajarkan ramainya toko buku di Jepang sama dengan ramainya pembeli kacang goreng di Indonesia.

Penulis Guru SMA NU 03 Muallimin Weleri Kendal, Jawa Tengah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun