Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Berdoa yang Benar (Bagian 2)

25 Juli 2023   08:00 Diperbarui: 31 Juli 2023   09:52 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://insighttimer.com/

Dalam neuroscience dan psychocybernatics  dikenal istilah servo mechanism yang menunjukkan bahwa kesuksesan dan kegagalan, kebahagiaan dan penderitaan kita ditentukan oleh automatic guidance system di dalam diri kita yang itu dibentuk oleh beliefs system dan self image kita. Bila beliefs system dan self image kita gagal dan derita maka realitas kehidupan kita akan penuh kegagalan dan penderitaan. Dosa (dzunub/dzanb) sendiri secara bahasa bermakna ekor atau dampak. Maksudnya bahwa beliefs system dan self image yang terekspresikan dalam pikiran, perasaan, vibrasi, frekuensi, energi, perkataan dan perbuatan kita yang tidak selaras atau derita dapat memberikan dampak ketidakselarasan atau penderitaan hidup kita. Karena itu perlu dibersihkan, perlu dimurnikan, perlu disucikan. Sebaliknya jika beliefs system yang kita yakini dan self image yang kita asumsikan adalah keharmonisan dan kebahagiaan maka realitas yang terbentuk adalah keharmonisan dan kebahagiaan. Doa adalah kedalaman kesadaran. Doa adalah ekspresi dari dalam ke luar bukan sebaliknya. Doa adalah ekspresi beliefs system dan self image kita. Doa adalah pikiran dan perasaan kita. Doa adalah vibrasi, frekuensi dan energi yang kita pancarkan. We dont attract what we want, but what we are. 

Berdoa yang benar bukan memberitahu Tuhan dengan kesoktauan kita. Berdoa yang benar adalah mendengarkan Suara Tuhan (Devine Voice) di dalam diri kita paling dalam yang seringkali tertutup oleh kotoran-kotoran jiwa kita. Berdoa yang benar adalah bukan berdoa kepada Tuhan tapi berdoa sebagai Tuhan. Karena kita sejatinya adalah percikan/citra Tuhan. Seperti setetes air dari samudera. Diri kita sejati memiliki sifat-sifat Ketuhanan. Seperti halnya sifat setetes air dan sifat air samudera yang ada kesamaannya. Namun setetes air bukanlah samudera. Wujud "Tuhan" tidak dapat dipersempit menjadi wujud manusia, tapi manusia adalah ungkapan empiris "Tuhan" yang berbeda dalam segala hal. Artinya "Tuhan" immanent sekaligus transendent. Keberadaan "Tuhan" tidak bergantung pada manusia yang terbatas dalam ruang, waktu, materi, energi dan informasi namun meresapi apapun yang ada, termasuk manusia itu sendiri. Ketika kita berdoa sebagai Tuhan sebenarnya kita berdoa kepada diri sendiri yang mana alam sadar mentransmisikan order manifestasi ke alam bawah sadar yang seringkali ter-hijab oleh ego, keinginan dan hawa nafsu kita.

Bila kita mempelajari teks-teks kitab suci secara mendalam, terutama Al Quran that prayer isn't just about what we ask for, it's about how we prepare to receive it. Karena itu banyak sekali doa-doa dalam Al Quran adalah istighfar (detoxification/dibersihkan) yakni membersihkan diri dari limiting beliefs, sampah-sampah emosi, luka-luka batin serta ketidakselarasan vibrasi, frekuensi dan energi kita yang menjadi hijab perwujudan doa serta berdampak pada ketidakselarasan atau penderitaan hidup kita. Contohnya adalah doa Nabi Adam AS, Nabi Yunus/Jonah/Jonas AS dan Nabi Ayub/Job AS "Ya Tuhan kami, kami telah mendzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak menyayangi kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi" (QS 7 : 23). “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS 21 : 87). "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang" (QS 21 : 83). Dalam kesulitan hidup para Nabi dan Rasul justru memberikan teladan untuk lebih introspeksi ke dalam tidak ada tuntutan keinginan ini itu. Lebih menekankan membersihkan diri, memurnikan diri, menyucikan diri dan memantaskan diri. Karena bila kita sadari sebenarnya keinginan itu justru menyiratkan suatu jarak atau kondisi belum memiliki. Contoh keinginan punya rumah justru menyiratkan suatu jarak diri kita dengan rumah atau dengan kata lain keinginan punya rumah justru menyiratkan kondisi belum memiliki rumah. Vibes yang terpancar justru kekurangan/scarcity. Sejatinya kita tidak dapat menginginkan sesuatu jika kita sudah memilikinya. Inilah arti sebenarnya dari "melepaskan" kemelekatan terhadap keinginan.

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah, 774 H : (QS 16 : 66) (QS 40:60) (QS 7 : 23) (QS 21 : 87) (QS 21 : 83)

Maltz, Maxwell. The New Psycho-Cybernetics : The Original Science of Self Improvement and Success That Has Changed The Life of 30 Million People, Prentice Hall Press, December 3, 2002

At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, (209H/822M-279H/892M) "Sunan at-Tirmidzi" (Al-Jami' Ash-Shahih), Dar al Kutub al Ilmiyah (2022-01-28 ) HR. Tirmidzi no. 3305  dan no. 2969. Hadits bersanad shahih.

Al-Hilali, Syaikh Salim bin ‘Ied. Bahjah An-Nazhirin : Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Ibnul Jauzi. 1430 H 

Asy-Syafi’i, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani At-Tanari. Kasyifah As Saja : Syarh Safinah An-Najaa. Dar Ibnu Hazm. 1432 H.

Shaykh Ibn Ata'allah Al-Iskandari (Author), Shaykh Fadhlalla Haeri (Commentary), The Hikam - The Wisdom of Ibn `Ata' Allah, Zahra Publications (November 5, 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun