Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cara Berdoa yang Benar (Bagian 1)

22 Juli 2023   17:00 Diperbarui: 30 Juli 2023   17:53 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://insighttimer.com/

Doa bukanlah jembatan penghubung antara manusia dan Tuhan karena sesungguhnya tidak ada jarak antara manusia dan Tuhan. Banyak orang salah memahami Tuhan sehingga juga salah memahami doa. Banyak orang memahami Tuhan hanya sebatas pikiran sehingga terjadi dualisme epistemologis yaitu pemisahan (seculerism) antara manusia dan Tuhan. Hal ini justru mereduksi Tuhan sebagai satu yang absolute yang tidak dibatasi oleh ruang, waktu, materi, energi dan informasi. Tuhan dianggap pencipta yang berada diluar karyanya. Karena itu secara alami diperlukan penghubung antara manusia dengan Tuhan. Dan salah satu bentuk hubungan antara manusia dan Tuhan itu disebut doa. Doa yang disalahpahami, bahkan disalahkaprahi. Tuhan sejatinya immanent sekaligus transendent. KeberadaanNya tidak bergantung pada alam semesta yang terbatas dalam ruang, waktu, materi, energi dan informasi namun meresapi apa pun yang ada di alam semesta ini. Tidak ada pemisahan (seculerism) antara manusia dan Tuhan. Tak ada tempat di dunia ini di mana tidak ada kehadiranNya di situ. 

Maka sebenarnya tidak ada jarak antara manusia dan Tuhan. Tidak diperlukan jembatan penghubung antara manusia dengan Tuhan. Karena Tuhan dan manusia adalah satu kesatuan. Jadi konsep yang benar adalah bukan berdoa kepada Tuhan tapi berdoa sebagai Tuhan. Ketika kita berdoa sebagai Tuhan sebenarnya kita berdoa kepada diri sendiri yang mana alam sadar mentransmisikan order manifestasi ke alam bawah sadar. Ketika kita berdoa sebagai Tuhan maka self image yang kita asumsikan dan belief system yang kita yakini akan membentuk pikiran, perasaan, vibrasi, frekuensi dan energi serta mewujudkan realitas tertentu tersebut. Ketika kita berdoa sebagai Tuhan, perwujudan realitas kita sangat tergantung pada self image yang kita asumsikan dan belief system yang kita yakini selaras dengan alam semesta. Itulah mengapa walaupun di alam sadarnya seseorang berdoa komat-kamit, jungkir balik sampai nangis-nangis untuk hidup kaya misalnya namun di lubuk hati yang paling dalam di alam bawa sadarnya merasa tidak pantas hidup kaya maka orang tersebut tetap hidup miskin karena alam bawah sadarnya memancarkan vibrasi, frekuensi dan energi serta perwujudan hidup miskin. Jadi bukan apa yang kita inginkan yang kita tarik tapi kita menarik apa yang kita yakini benar. Kebenaran tersebut kongruen baik di pikiran, perasaan, ucapan dan tindakan baik di alam sadar maupun di alam bawa sadar, di luar maupun di dalam, as above so below. 

Doa hanya berhasil jika self image yang diasumsikan dan belief system yang diyakini selaras dengan alam semesta. Ketika self image yang diasumsikan dan belief system yang diyakini berubah maka ekspresi dan realitas berubah. Tuhan tidak memberkati kita di luar kesadaran dan pilihan bebas (free choice) yang dipengaruhi self image yang kita asumsikan dan belief system yang kita yakini. Everything, everyone is you push out. Kehendak dan kuasa Tuhan terhadap manusia untuk menjadi baik dan buruk berada pada pilihan manusia sendiri, tanggungjawab ada pada manusia sendiri. Karena kesadaran dan pilihan bebas (free choice) inilah terletak ketinggian martabat manusia sebagai makhluk. Manusia bisa memilih dan berdoa dengan kesadaran dan pilihan bebas (free choice) nya mana yang baik, benar dan pantas untuk dilakukan dan mana yang tidak baik, tidak benar dan tidak pantas untuk dilakukan sesuai hukum-hukum semesta yang berlaku untuk keseimbangan kehidupan. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah pilihan bebas (free choice) bukan kehendak bebas (free will) karena sebebas-bebasnya kehendak manusia tetap terikat dengan hukum-hukum alam semesta. Ibarat kalkulator, kita bebas memilih angka-angka yang mau kita torehkan dalam hidup ini, mau angka 0, 10, 100, 1000, 1 M atau 1 T dengan berbagai samudera kemungkinan. Namun kita tetap terikat pada hukum-hukum alam semesta yang berada dalam kalkulator. Contoh hukum alamnya : 1+10 = 11; 1-1 =0; 0 x 10 x 100 x 1000 x 1 M x 1 T = o dan 1 T : 0 = ~.

Ada hukum alam semesta yang disebut hukum reversibilitas  (law of reversibility) yang menyatakan bahwa semua transformasi energi dan gaya dapat dibalik. Jika energi panas dapat menghasilkan gerak mekanis, maka gerak mekanis dapat menghasilkan energi panas. Jika arus listrik menghasilkan energi magnet maka energi magnet juga dapat menghasilkan arus listrik. Sebab dan akibat, aksi dan reaksi adalah sama dan dapat dipertukarkan. Hukum ini sangat penting dalam doa karena kita bisa meramalkan transformasi terbalik jika kita clarity and clear apa yang benar-benar direalisasikan serta menyadari keadaan yang direalisasikan dalam pikiran, perasaan, vibrasi, frekuensi dan energi kita. Jika doa kita terealisasi menghasilkan dalam diri kita keadaan kesadaran tertentu, maka sebaliknya keadaan kesadaran tertentu dalam berdoa itu menghasilkan apa yang kita realisasikan. Perintah berdoa didasarkan pada hukum tranformasi terbalik/hukum reversibilitas  (law of reversibility). Inilah sejatinya makna ud'uni astajib lakum "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu" (QS 40:60). Kata kerja astajib tersebut dalam ilmu morfologi bahasa Arab bisa bermakna tahawwul atau shairûrah (menjadi), ishâbah (membenarkan), i’tiqâd (meyakini) dan muthâwa’ah (otomatis terwujud) yang kesemuanya menunjukkan kepastian terwujudnya doa bagi kita yang berdoa asal cara berdoanya benar dan kita pantas menerimanya. Tidak ada self image yang diasumsikan atau belief system yang diyakini yang jadi penghalang (hijab) bagi perwujudan doa. Atau dengan kata lain ayat tersebut menyiratkan berlakunya hukum reversibilitas  (law of reversibility) dalam berdoa.

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah, 774  H : QS 51 : 56, QS 3 : 102, QS 1 : 1-7 (QS 40:60) 

Shaykh Ibn Ata'allah Al-Iskandari (Author), Shaykh Fadhlalla Haeri (Commentary), The Hikam - The Wisdom of Ibn `Ata' Allah, Zahra Publications (November 5, 2018)

Rumi, Jalalu'ddin. The Mathnawi of Jalalu'ddin Rumi, Konya Metropolitan Municipality (January 1, 2004) 

Goddard, Neville Lancelot. The Power of Awareness: Unlocking the Law of Attraction, CreateSpace Independent Publishing Platform (July 12, 2010) 

Brmmer, Vincent. What Are We Doing When We Pray? On Prayer and the Nature of Faith, Routledge; Revised edition (August 28, 2008) 

Rahutomo, Arief. Kita Ilmu Vibrasi : Manusia, Tuhan dan Alam Semesta, Eska Publishing, 2018.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun