Mohon tunggu...
MASE
MASE Mohon Tunggu... Lainnya - Mochammad Hamid Aszhar

Pembelajar kehidupan. Pemimpin bisnis. Mendedikasikan diri membangun kesejahteraan fisik, mental dan spiritual masyarakat melalui pendidikan dan kewirausahaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harapan yang Menghidupkan dan Harapan yang Mematikan

2 Juni 2021   00:36 Diperbarui: 25 Oktober 2023   10:23 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pinterest.com/


Ada banyak konsep tentang harapan. Di sini saya mendasarkan konsep harapan berdasarkan konsep yang di sampaikan Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali dalam magnum opusnya, Ihya Ulumuddin, karena merangkum semua konsep tentang harapan hingga pada prinsip dasar yang mudah dipahami. Intinya, harapan dipilah jadi 2.  Pertama adalah at-tamanni (angan-angan) artinya mengharapkan sesuatu, yang tidak disandarkan kepada Allah (disandarkan pada yang palsu dan fana) serta tidak disertai peningkatan kapabilitas diri. Kedua adalah ar-roja (asa), bermakna sebaliknya yakni mengharapkan sesuatu, yang disandarkan kepada Allah (disandarkan pada yang hakiki dan abadi) serta disertai peningkatan kapabilitas diri. Menyandarkan harapan kepada Allah (0IxI1), artinya kita melepaskan semua batasan pemahaman kita, beliefs system kita, self image kita, kemampuan kita dan mengakses kekuatan absolute yang tidak terbatas. Menyandarkan harapan kepada Allah artinya pantang untuk berputus asa menghadapi segala dinamika kehidupan.

Friedrich Nietzsche menyampaikan "hope in reality is the worst of all evils because it prolongs the torments of man" (harapan adalah yang terburuk dari semua kejahatan, karena memperpanjang siksaan manusia). Ini adalah jenis harapan yang mematikan atau at-tamanni (angan-angan). Ini seperti kita mengemudikan mobil di jalan raya tanpa memiliki kapabilitas diri untuk bisa mengemudikan mobil dan kemudian mengalami kecelakaan...ya itulah hukum alamnya. Sebelum mencoba mengemudikan mobil di jalan raya kita harus meluangkan waktu belajar meningkatkan kapabilitas diri untuk mengemudikan mobil. Sama juga ketika kita terlahir dalam kehidupan dunia ini, kita harus meluangkan waktu untuk belajar meningkatkan kapabilitas diri mengemudikan kehidupan ini sebelum melemparkan suatu harapan. Ketika harapan tidak terwujud, kemudian kesal mengapa harapan tidak terwujud, padahal belum pernah meluangkan waktu untuk belajar meningkatkan kapabilitas diri mengemudikan kehidupan, jelas kekesalan tersebut tidak realistis, lebih merupakan kekonyolan. Tanpa memberdayakan diri dan meningkatkan kapabilitas, kemudian kita melemparkan harapan konyol/angan-angan (at tamanni), ini adalah logical fallacy yang sangat fundamental. Ujung-ujungnya harapan konyol/angan-angan (at tamanni) itu akan menyiksa jiwa manusia.

Jenis harapan yang kedua adalah harapan yang menghidupkan atau ar-roja (asa). Cirinya adalah ketika harapan itu diilhamkan Allah, segera dilepaskan, dipasrahkan kembali kepada Allah, tidak melekat (detachment). Menyadari yang hakiki dan sejati dibalik harapan tersebut adanya kekuatan Allah (0IxI1) yang tidak terbatas. Mengapa harapan itu harus kita lepaskan, tidak boleh ditunggu? Karena sejatinya harapan adalah ilham Tuhan agar hidup kita semakin baik dan benar. Selanjutnya take action dengan sikap mental yang tidak putus asa dari rahmat (keberlimpahan dan cinta) Allah. In Action, dalam kondisi fokus (flow state) memberdayakan dan meningkatkan kapabilitas diri untuk kehidupan yang lebih baik setiap harinya. Perhatikan di jenis harapan yang kedua ini, tidak ada ego dan arogansi, tidak ada perilaku mengatur-atur atau mendikte Allah dan kehidupan agar sesuai keinginannya. Ar-roja (asa) ini, disamping terkandung unsur memberdayakan diri dan meningkatkan kapasitas diri juga mengandung unsur penyandaran kepada Allah, yang hakiki dan abadi. Ar-roja (asa) ini membangkitkan jiwa optimisme, positive thinking dan positive feeling. Ar-roja (asa) ini adalah sifatnya orang-orang beriman. 

Karena itu pantang bagi orang-orang beriman in action putus asa bahkan melakukan bunuh diri, karena dalam mindsetnya sebesar apapun problematika kehidupan  masih lebih besar Allah dengan rahmat dan kekuasaanNya yang tidak terbatas. Bahkan sebesar apapun dosa dan kesalahan itu masih terbatas, masih lebih besar Allah dengan rahmat dan ampunanNya yang tidak terbatas. Harapan jenis yang kedua ini atau ar-roja (asa) adalah pondasi peradaban. Bagusnya juga orang-orang yang beriman kepada Allah adalah mereka memiliki prinsip bahwa mereka berbuat baik apapun kepada siapapun disandarkan kepada Allah, Sang Sejati yang abadi tidak disandarkan kepada makhluk dengan banyak kepalsuan dan fana. Orang-orang beriman dalam berbuat baik tidak salah fokus (salfok) dengan harapan atas balasan orang terhadapnya atau hasil (result) dari usaha. Bagi orang-orang beriman, balasan orang terhadapnya entah itu baik atau buruk adalah urusan  orang tersebut dengan Allah, tidak pernah urusan orang tersebut dengan orang-orang beriman. Termasuk keberhasilan atau kegagalan dari setiap ikhtiar yang diusahakan orang-orang beriman, sama sekali keberhasilan atau kegagalan bukan urusannya. Semua ada balasan dan keseimbangannya. Keberhasilan atau kegagalan adalah urusan Allah, urusan orang-orang beriman adalah fokus ikhtiar seoptimal mungkin (sampai mentok dok !), terus mengevaluasi diri, meningkatkan kapabilitas diri dan memantaskan diri menerima karunia Allah yang terbaik. Fokus pada peningkatan kapabilitas diri, karakter, kompetensi serta tabungan kebaikan di alam semesta melebihi harapan. Hukum alamnya adalah we do not attract what we want, but what we are. Kita tidak menarik apa yang kita inginkan, tetapi kita menarik siapa diri kita.

Referensi :

Ibn Katsir, Ismail  (774 H) "Tafsir Alquran al-Adziim", Dar Alamiah (QS 112 : 1-4) (QS 1 : 1-7)

Al Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, Ihya Ulumuddin, Almaktaba Alassrya (January 1, 2011)

Seligman, Martin Elias Pete, Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfillment. New York: Free Press, 2004

Nietzsche, Friedrich Wilhelm, Human, All-Too-Human: A Book for Free Spirits, Prometheus (January 2, 2009) 

Seifer, Marc. "Wizard: The Life and Times of Nikola Tesla: Biography of a Genius" Citadel; Reprint edition (August 30, 2016) 

Nicholas Kristof, The Power of Hope Is Real, New York Times, 21 Mei 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun