Mohon tunggu...
Mohammad Syarrafah
Mohammad Syarrafah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pernah belajar di TEMPO memungut serpihan informasi di jalanan. Bisa dihubungi di email: syarraf@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Memahami Sinyal Jokowi yang "Menolak" Sebagian Revisi UU KPK

11 September 2019   16:03 Diperbarui: 11 September 2019   16:15 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan dalam peringatan Nuzulul Quran di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/5/19). Peringatan Nuzulul Quran 1440 Hijriah tersebut menekankan nilai persatuan dalam keberagaman berbangsa dan bernegara. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/ama.(ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI)/Diambil dari kompas.com

Dalam revisi UU KPK itu juga dijelaskan bahwa status pegawai KPK nantinya berstatus aparatur sipil negara yang tunduk pada UU ASN.

Nah, dengan adanya statement Jokowi di atas yang memastikan akan tetap menjaga independensi, maka besar kemungkinan revisi dalam poin ini akan ditolak oleh Jokowi, karena jika poin ini disetujui, berarti independensi KPK dan jajarannya akan "terkekang" dan itu tidak sesuai dengan komitmen Jokowi di atas.

Menurut saya, ini memang menjadi poin penting di antara poin penting lainnya yang dapat memutilasi KPK. Sudah menjadi harga mati bagi KPK dan jajarannya untuk tetap menjadi lembaga ad hoc independen yang bukan bagian dari pemerintahan.

Konsekuensi logisnya seperti ini. Apabila KPK menjadi cabang eksekutif atau pemerintahan, maka berarti tidak bisa mengawasi atau bahkan akan segan untuk menindak pemerintahan, padahal salah satu pangkal korupsi selama ini banyak berasal dari pemerintahan, seperti kepala daerah dan jajaran anggota dewan.

Selain itu, poin lain yang dikhawatirkan akan menjadi "momok" bagi KPK adalah pembentukan dewan pengawas KPK yang berjumlah lima orang dan bertugas mengawasi KPK.

Apabila ini disetujui oleh presiden, maka akan sangat rentan dan sangat mudah untuk memutilasi kinerja KPK, karena kinerja KPK tidak lagi bersifat independen. Bahkan, besar kemungkinan di sini akan ada dua kepemimpinan di tubuh KPK.

Belum lagi apabila dewan pengawas ini berasal dari politikus atau pun orang yang suka "bau" uang. Tentu hal ini menjadi jabatan paling empuk yang akan menjadi perebutan di negeri ini.

Karenanya, kemungkinan besar ini juga akan ditolak oleh Jokowi karena akan merampas independensi jajaran KPK. Tapi apabila ini tetap disetujui, entahlah ke depannya KPK akan tetap menjadi pemberantasan korupsi atau berubah nama lainnya.

Terlepas dari itu semua, ada statement lain yang layak untuk dianalisis juga. Pada saat yang sama, Jokowi juga mengaku akan mempelajari satu per satu setiap pasal dalam draf RUU KPK yang disusun DPR. Bisa saja ada pasal yang disetujui pemerintah, namun ada juga pasal yang ditolak.

"Nanti satu per satu kita pelajari, putusin, dan saya sampaikan. Kenapa (pasal) ini iya, kenapa (pasal) ini tidak, karena tentu saja ada yang setuju ada yang tidak setuju dalam DIM-nya," kata dia.

Jadi, kemungkinan besar presiden akan menolak sebagian revisi UU KPK ini dan kemungkinan juga akan ada poin yang diterima oleh presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun