Mohon tunggu...
M Zein Rahmatullah
M Zein Rahmatullah Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis di Kompas Group

Kadang menulis, kadang jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dari Soeharto ke Prabowo, Menimbang Potensi Kebangkitan Dwifungsi ABRI

21 Maret 2024   23:55 Diperbarui: 22 Maret 2024   12:05 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABRI, yang kini dikenal sebagai TNI, memiliki sejarah panjang dalam berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia. Meskipun dwifungsi ABRI telah dihapus, tak bisa dipungkiri,peran TNI dalam pembangunan masih relevan, terutama dalam konteks pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. TNI dapat berperan sebagai agen pembangunan yang mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. 

Ancaman yang Dihadapi

Salah satu ketakutan dari eksisnya Dwifungsi ABRI ialah penyalahgunaan kekuasaan militer. Hal itu dapat terjadi ketika institusi militer melebihi wewenang konstitusionalnya, mengintervensi dalam urusan sipil dan politik negara. Sejarah Indonesia mencatat beberapa contoh penyalahgunaan ini, seperti pada masa Orde Baru ketika ABRI memegang peranan penting dalam struktur politik dan pemerintahan, sering kali mengarah pada tindakan represif (Republika). Dengan begitu, menghidupkan Dwifungsi ABRI membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan militer. 

Selama masa berlakunya Dwifungsi ABRI di era Orde Baru, terdapat beberapa contoh penyalahgunaan kekuasaan militer yang tercatat dalam sejarah Indonesia, seperti kasus Trisakti (1998) berupa penembakan demonstran oleh aparat keamanan di Universitas Trisakti dan Universitas Atmajaya. Sebelumnya, kasus Semanggi (1993) lewat penculikan dan pembunuhan aktivis HAM. Berkaca dari dua tragedi tersebut, peran ganda militer memiliki peluang dampak terhadap pelanggaran HAM dan hilangnya nyawa, ketakutan dan represi terhadap masyarakat sipil, hingga lemahnya penegakan hukum. 

Belum lagi masalah dominasi politik. Menyadur laporan Kompas, semasa kejayaan Orde Baru, ABRI dianggap sebagai salah satu mesin pelanggeng kekuasaan Presiden Soeharto lewat keterlibatan militer dalam upaya memenangkan Golkar dalam pemilihan umum. Tak ada jaminan, skema serupa kembali diaplikasikan pada masa pemerintahan Prabowo. Dominasi militer dalam urusan politik dan sosial ini memiliki dampak negatif lantaran mengorbankan prioritas pertahanan dan keamanan demi kepentingan politik (Tirto, 15 Maret 2024).

Dalam jangka panjang, penerapan Dwifungsi ABRI akut akan mengaburkan batasan antara militer dan sipil menyangkut tata kelola pemerintahan, yang pada gilirannya dapat mengganggu keseimbangan kekuasaan antara institusi-institusi di negara. 


Instabilisasi yang muncul bukan tak mungkin melahirkan ketegangan. Ketegangan politik dan potensi konflik sering kali diakibatkan oleh polarisasi politik yang tajam, dugaan kecurangan pemilu, dan gesekan antara aparat dan warga sipil atau antara sesama aparat itu sendiri. Misalnya, ketegangan antara TNI dan Polri dalam hal perebutan peran dan pengaruh di berbagai sektor. Berlanjut konflik dengan kelompok separatis yang berujung penggunaan kekuatan militer yang berlebihan. Disamping itu, konflik-konflik berkepanjangan di Timur Tengah juga berpotensi menciptakan ketegangan politik yang meluas, memberikan dampak signifikan terhadap geopolitik di Indonesia.

Menjinakkan Dwifungsi ABRI

Dwifungsi ABRI yang pernah menjadi doktrin penting dalam politik dan sosial Indonesia, memiliki potensi untuk kembali muncul dalam bentuk yang berbeda. Namun apapun formulanya, dia akan tetap eksis sebagai koin dengan dua sisi. Di satu sisi, ia menawarkan potensi stabilitas dan akselerasi pembangunan. Di sisi lain, ia menyimpan risiko penyalahgunaan kekuasaan, otoritarianisme, dan pelanggaran HAM. Potensi ini niscaya muncul seiring dengan peraturan baru yang memungkinkan personel TNI/Polri mengisi posisi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang dapat diinterpretasikan sebagai langkah menuju Dwifungsi ABRI. Ancaman yang mungkin timbul dari kebangkitan Dwifungsi ABRI termasuk dominasi militer terhadap sipil, yang dapat mengganggu keseimbangan kekuasaan dan prinsip demokrasi. 

Untuk meminimalkan risiko yang mungkin timbul dari Dwifungsi ABRI, pemisahan kontras antara fungsi militer dan sipil tetap harus dipelihara. Ini menekankan kembali pemisahan antara peran militer dan sipil dalam struktur pemerintahan dan administrasi negara. 

Masyarakat sipil juga patut meningkatkan pengawasan terhadap keterlibatan militer dalam pemerintahan dan memastikan transparansi dalam setiap penunjukan posisi ASN hingga personel TNI/Polri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun