Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Cerita Pemilih dan Pesan Kehidupan

17 Februari 2024   13:37 Diperbarui: 17 Februari 2024   19:50 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilu (Ilustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji)

Petugas KPPS telah kembali ke rumah masing-masing. Malam-malam setelah pemungutan suara, petugas KPPS dapat menuju ke peraduan lebih awal. Saya dapat merasakan kelelahan mereka. Maka mereka harus mengumpulkan tenaga yang terkuras nyaris tanpa sisa setelah berjibaku dengan proses pencoblosan dan penghitungan suara di TPS masing-masing, 

Kerja fisik dan pikiran membawa mereka kepada titik kelelahan paripurna. Tugas di TPS yang cukup berat membuat wajah memucat dan mata mengantuk. Bahkan untuk tersenyum pun mereka seakan tidak sanggup. Seorang guru yang bertugas sebagai anggota KPPS dengan wajah pucat dan mata merah saga masuk sekolah karena begadang sampai pagi.

Anak sulung saya menghilang dari rumah hampir 24 jam untuk menjalankan tugas kenegaraan bersama anggota KPPS lain di sebuah TPS yang berlokasi di perbatasan desa. Saat pulang sekolah, saya menemukannya tergeletak di kamarnya karena kelelahan dan didera ganasnya kantuk setelah berjaga sampai pagi.

Pemungutan suara telah usai tetapi cerita pemilih masih bersambung. Dua hari setelah pemungutan suara, saya ngobrol dengan salah seorang teman di sebuah bengkel. Dia datang dengan wajah sumringah. Turun dari motornya dia menelpon sana sini. Dalam belasan kali tarikan asap rokok beberapa orang datang. Sejenak kemudian dia mengeluarkan uang dan memberikannya kepada salah seorang di antara mereka. Saya tidak tahu itu uang apa. Saya tidak bertanya lebih jauh. Saya hanya menduga uang itu pembayaran honor untuk saksi dari partai tertentu yang telah merampungkan tugasnya di TPS. Atau mungkin juga uang lain dari partai atau caleg tertentu yang berhubungan dengan kerja tim sukses.

Selanjutnya di sini cerita pemilih menguak tentang tawa dan kesedihan para kontestan dan pendukungnya atau tentang perolehan suara capres-cawapres dan caleg di berbagai TPS.

Cerita lainnya tentang saksi TPS yang tidak diberikan lembar rekap hasil pemilu oleh KPPS karena saksi tersebut tidak mengikuti proses secara utuh. Saksi tersebut merasa gundah karena terancam tidak mendapatkan honor akibat tidak membawa bukti perolehan suara partai dari dari petugas TPS.

Sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya, beragam cerita menarik berkembang dalam momentum pesta demokrasi 2024. Seorang caleg yang tidak memperoleh suara di kampungnya marah-marah kepada warga yang diduga sebagai basis pemilihnya. Caleg lain dengan nasib yang sama, kabarnya melampiaskan kekesalannya dengan melempari rumah tetangganya.

Kisah lainnya tentang caleg incumbent yang telah bersusah payah mempercantik gang menuju pemakaman di sebuah kampung. Caleg yang bersangkutan harus menelan kekecewaan karena perolehan suaranya tidak sebanding dengan sumbangan yang diberikan kepada warga.

Cerita seputar pemilu memang tidak pernah ada habisnya. Kita bisa mendengar kisah pilu para caleg yang gagal, pendukung dan tim sukses yang merasa tertampar karena malu akibat kekalahan, sampai perilaku jenaka pemilih yang menantang kehadiran serangan fajar. Semua itu bagian dari drama politik yang muncul di masyarakat.

Warna warni seputar pemilu itu, jika dihayati, merupakan pertunjukan panggung yang menarik. Pada titik ini, kita seharusnya menempatkan diri sebagai penonton dan menikmati semua itu sebagai hiburan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun