Mohon tunggu...
Yamin Mohamad
Yamin Mohamad Mohon Tunggu... Guru - Ayah 3 anak, cucu seorang guru ngaji dan pemintal tali.

Guru SD yang "mengaku sebagai penulis". Saat kanak-kanak pernah tidak memiliki cita-cita. Hanya bisa menulis yang ringan-ringan belaka. Tangan kurus ini tidak kuat mengangkat yang berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bolehkah Memaksa Anak?

31 Mei 2023   22:46 Diperbarui: 31 Mei 2023   22:54 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber diolah dari canva

Bolehkah memaksa? Klausa ini merupakan salah satu topik pembelajaran mandiri dalam Platform Merdeka Mengajar. Kalimat tanya ini terkait dengan perwujudan merdeka belajar sebagai bagian dari prinsip utama kurikulum merdeka. Sebagaimana dipahami bahwa merdeka belajar merupakan salah satu upaya memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk belajar sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan gaya belajarnya masing-masing.

Merdeka belajar berarti menghindari adanya upaya pemaksaan kepada anak-anak untuk mempelajari sesuatu yang tidak diminati, sesuatu yang tidak disukainya. Merdeka belajar juga dimaknai sebagai upaya menganulir adanya sikap memaksakan kehendak kepada anak-anak untuk mempelajari hal tertentu, dengan cara tertentu, dan cara yang kaku. 

Gagasan merdeka belajar didasari oleh sebuah fakta adanya perbedaan karakter, minat, dan gaya belajar setiap individu. Sebagai ilustrasi, anak-anak tidak dapat dipaksakan belajar tentang sebuah topik dengan cara mendengarkan ceramah saja. Sebagian kecil anak-anak dapat menjadi pendengar dan pengingat yang baik. Sebagian lagi lebih nyaman belajar dalam situasi dimana pikiran, emosi, dan fisik terlibat secara bersama. Oleh karena itu, tidak mungkin memaksa setiap anak untuk belajar sesuai dengan selera seorang guru. 

Namun satu hal yang patut dicatat bahwa tidak semua pemaksaan bernilai negatif. Saya sendiri sebenarnya merupakan "korban pemaksaan". Ini membawa saya sampai pada titik yang membuat saya menjalani profesi sebagai guru atau memasuki dunia kerja dalam bidang pendidikan.

Sejak kecil saya tidak memiliki cita-cita tentang sebuah profesi. Saya dibentuk dalam sebuah fase kehidupan sosial dan kultur masyarakat pedesaan dimana sebagian besar anak-anak tidak memiliki cita-cita spesifik tentang masa depan. Pada umumnya, teman sebaya saya tidak memiliki sandaran harapan dan tujuan hidup apakah akan menjadi dokter, polisi, pengusaha, politisi, pengacara, atau profesi lainnya. Anak-anak sangat jarang memiliki cita-cita tentang sebuah profesi. 

"Sekolah saja. Perkara mau jadi apa, itu urusan nanti," kata orang tua pada masa itu.

Pun para guru di sekolah, mereka hanya mengajak kami belajar dan belajar. Semua harus dipelajari. Semua harus dikuasai.

Saya menjalani profesi sebagai seorang guru dapat dikatakan hasil dari upaya pemaksaan yang dilakukan orang tua saya. Selepas SMA saya diarahkan melanjutkan kuliah pendidikan sekolah dasar jenjang diploma. Pada saat yang sama saya tidak begitu berminat ke arah itu. Namun, saya berusaha memenuhi keinginan orang tua. Saya menjalani semua itu dengan terpaksa.

Setiap hari saya memasuki ruang kuliah dengan alam pikiran yang membosankan. Saya sering tidak masuk kuliah dan bahkan kerap berpikir meninggalkan kampus. Namun, ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiran saya. Saya selalu membayangkan bagaimana orang tua saya memeras keringat dan membiayai kebutuhan pendidikan saya. 

Pikiran inilah yang membuat saya bertahan walaupun menjalani kuliah asal-asalan. Ada rasa tanggung jawab yang terus menerus mewarnai kesadaran saya. Rasa tanggung jawab itu setidaknya mengimbangi adanya tekanan yang muncul akibat kurangnya minat pada jurusan pendidikan. Sampai pada akhirnya, dengan tertatih-tatih saya berhasil menyelesaikan kuliah dan memperoleh selembar ijazah  dengan capaian yang tidak membanggakan. 

Selepas kuliah saya bekerja serabutan--sebagai kuli bangunan, ngojek, dan sempat menjadi calo tiket di sebuah pelabuhan. Beberapa tahun berlalu, orang tua saya berharap saya dapat mengikuti seleksi guru PNS karena ada lowongan masa itu. Saya tidak ingin mengecewakan orang tua. Pada titik ini, saya kembali merasa dipaksa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun