Berdasarkan studi ini dan pengalaman praktis di bidang RPL, saya merekomendasikan hal-hal berikut bagi para praktisi dan akademisi:
Inklusikan RE dalam Kurikulum Teknik Perangkat Lunak: Pendidikan formal harus menekankan pentingnya RE sejak dini, bukan sekadar pelengkap.
Gunakan Tool Pendukung RE: Seperti use case editors, kebutuhan berbasis model (SysML, BPMN), dan pelacakan kebutuhan (requirements traceability).
-
Libatkan Stakeholder secara Aktif: RE adalah aktivitas kolaboratif yang harus mencerminkan kebutuhan nyata pengguna dan bisnis.
Lakukan Validasi Kebutuhan Secara Iteratif: Dengan metode prototyping atau user testing yang terintegrasi dalam siklus pengembangan.
Membangun Fondasi Perangkat Lunak dari Kebutuhan Nyata
Seperti membangun gedung pencakar langit, desain arsitektur yang kuat tidak bisa berdiri di atas fondasi yang rapuh. RE adalah fondasi itu. Studi Mistrik et al. memberikan bukti bahwa proyek arsitektur perangkat lunak yang sukses sangat bergantung pada kualitas proses RE di tahap awal.
Sebagai pakar RPL, saya menegaskan bahwa RE bukan sekadar tahapan, melainkan filosofi yang menempatkan kebutuhan manusia di pusat pengembangan teknologi. Di masa depan yang semakin kompleks, pendekatan sistematis terhadap kebutuhan bukan hanya membantu membangun sistem yang berfungsi---tetapi juga yang bermakna.
Mistrik, I., Babar, M. A., & Ali, N. (2023). Measuring the Impact of Requirements Engineering in Software Architecture Projects: A Controlled Experiment. Journal of Systems and Software. [PDF].
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI