Hujan deras di Cilegon tanggal 4 Mei 2020 lalu, telah melumpuhkan beberapa wilayah di kota paling barat pulau jawa ini, ratusan rumah terendam banjir, beberapa rumah ambruk disapu banjir bandang, jembatan di perkampungan banyak yang ambrol bahkan menelan 1 korban meninggal dunia akibat hanyut terbawa arus sungai. Salah satu titik banjir yang terparah yakni di Kelurahan Gerem.
Di kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol ini, banjir menerjang beberapa titik perkampungan yakni Kampung Gerem Kulon lingk. Dermage Malang, Kampung Kagungan, Kampung Cupas, Kampung Kawista dan Kampung Watu Lawang.
Paling parah terjadi di Kampung kagungan, di titik ini banjir bandang menerjang perkampungan akibat tanah longsor di perbukitan, longsoran tanah dan batang pohon menerjang rumah, akibatnya beberapa rumah ambruk dan satu rumah yang didiami seorang janda dan anak yatim tertimbun tanah. Sementara jembatan hasil swadaya masyarakat yang menghubungkan kampung kagungan atas dan kagungan bawah ambrol diterjang luapan air kali Gerem. Â Â
Bencana yang terjdi di Cilegon ini, saya sebut bencana diatas bencana karena terjadi di tengah pandemic Covid 19. Seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula, rakyat yang sedang kesusahan akibat dampak Covid 19, tertimpa bencana, harta benda banyak yang tak terselamatkan, sementara mengharap bantuan pemerintah daerah tak memungkinkan lantaran pemerintah daerah tidak punya anggaran belanja tak terduga, Â gegaranya berdasarkan Intruksi Presiden, pemerintah daerah harus merasionalisasi anggaran dalam APBD, akibatnya banyak kegiatan yang di batalkan, anggarannya dialihkan untk penangan Covid 19, termasuk anggaran belanja tak terduka yang awalnya untuk penanganan/penanggulangan bencana dialihkan untuk penanganan covid 19.
Banyak yang terketuk hati mengirimkan bantuan di tengah bulan puasa, ada yang mengirim konsumsi untuk buka puasa kepada masyarakat yang sedang berjibaku membersihkan lingkungan, ada yang bantu sembako untuk warga terdampak.
Melihat situasi ini, saya yang kebetulan lahir di Kelurahan Gerem, mencoba menghubungi teman teman  Komunitas Alumni SMAN Serang hususnya Angkatan 1979. Sambil mengirimkan foto foto terdampak banjir, saya menginisiasi mudah mudahan teman teman waktu sekolah di SMAN Serang bisa bantu  meringankan beban  kampung kelahiran saya yang sedang berduka melalui Group WA.
Gayung bersambut, Asih Pamularsih, Andi Mulyadi, Jagad Mulyadi, Tati Surtiharti dan yang lain sepakat untuk memberikan donasi. Pada saat pertemuan teknis di rumah Asih Pamularsih di Serang yang dihadiri  dedengkot Alumni seperti Asih Pamularsih, H. Lili Sadeli, Andi Mulyadi, Kang Uja, Jagad Mulyadi, Tati Nurhayati, Tati S, Kang Tato dan saya, disepakati bahwa donasi yang terkumpul akan disalurkan untuk fasilitas umum yang perlu penanganan segera.
Pilhan jatuh pada Jembatan kagungan yang ambrol. Pertimbangannya karena jembatan ini hasil swadaya masyarakat yang digunakan untuk menopang kegiatan ekonomi maupun social masyarakat. Di sepakati pula bahwa donasi tidak diberikan berupa uang, dana yang terkumpul akan dibelikan dan diserahkan dalam bentuk bantuan material.