Mohon tunggu...
Mochammad Mukti Ali
Mochammad Mukti Ali Mohon Tunggu... CEO Global Teknik Engineering dan Rektor Universitas INABA

Guru Besar di Global Academy of Financial and Management (GAFM) pada bidang Strategi Manajemen Bisnis dan Manajemen Pemasaran

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Mengapa Banyak Gerai Retail di Indonesia Bangkrut

19 Mei 2025   18:56 Diperbarui: 19 Mei 2025   18:56 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Salah satu jawaban yang relevan bisa ditemukan dalam prinsip-prinsip yang diuraikan dalam buku No-Fail Retail karya Regina Blessa. Buku ini menjelaskan bahwa kegagalan dalam bisnis retail sering kali bukan disebabkan oleh faktor eksternal semata (seperti pandemi atau pergeseran teknologi digital), tetapi karena kelalaian dalam menerapkan prinsip dasar bisnis retail yang efektif.

Dalam beberapa tahun terakhir, industri ritel di Indonesia menghadapi gelombang penutupan gerai yang signifikan. Beberapa nama besar yang dulunya menjadi ikon pusat perbelanjaan kini hanya menjadi kenangan, seperti Matahari Department Store di beberapa lokasi, Centro, Debenhams, Giant, hingga Hero Supermarket, menutup banyak gerainya bahkan keluar dari pasar. Kasus yang terbaru adalah GS Supermarket dari Korea Selatan dan Lulu Hypermarket juga menutup operasionalnya di Indonesia.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting: Mengapa banyak perusahaan retail tutup? Salah satu pendekatan empiris untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan merujuk pada prinsip-prinsip dalam buku "No-Fail Retail: 9 Proven Strategies to Increase Profits and Build Customer Loyalty" karya Regina Blessa, yang memberikan pedoman praktis untuk menghindari kegagalan Perusahaan dalam mengelola bisnis ritel.

  • Gagal Memahami Perubahan Perilaku Konsumen.

Salah satu prinsip utama dalam Buku No-Fail Retail adalah bahwa konsumen merupakan pusat dari semua keputusan. Banyak perusahaan retail gagal mengikuti perubahan cepat perilaku konsumen yang saat ini lebih menyukai pengalaman belanja dengan cepat, nyaman, dan bisa diakses melalui saluran digital.

Buku No-Fail Retail menekankan pentingnya adaptability, yaitu kemampuan beradaptasi dengan tren dan teknologi. Dalam era digital, konsumen lebih memilih kenyamanan berbelanja secara online. Retail yang gagal mengintegrasikan saluran digital ke dalam strategi omnichannel akan tertinggal. Sebagai contoh, Lottemart Indonesia, yang menutup sejumlah gerai di Indonesia, gagal memaksimalkan potensi e-commerce dan digital customer engagement. Padahal, pesaing seperti Hypermart dan Alfamart mulai melakukan transformasi digital dengan integrasi platform belanja online dan program loyalitas digital.

Centro dan Debenhams merupakan dua department store yang sempat eksis di berbagai pusat perbelanjaan besar di Indonesia. Namun, keduanya gagal membaca pergeseran tren konsumen dari mall ke online shopping. Sementara konsumen beralih ke e-commerce yang lebih praktis dan menawarkan harga kompetitif, Centro dan Debenhams tetap bertahan dengan konsep department store konvensional tanpa inovasi digital yang signifikan. Hasilnya, mereka tidak mampu bertahan di tengah perubahan pasar.

  • Tidak Mampu Menerapkan Prinsip Merchandising yang Efisien.

Dalam buku No-Fail Retail, merchandising di mulai dari pemilihan produk, penempatan, hingga pengelolaan stok merupakan faktor penentu keberhasilan. Banyak retailer gagal dalam mengelola merchandising sehingga produk tidak relevan, tidak berganti sesuai musim, atau stok menumpuk tanpa perputaran.

Hero Supermarket pernah menjadi salah satu supermarket andalan masyarakat kelas menengah di Indonesia. Namun, mereka gagal dalam melakukan manajemen produk yang kompetitif. Barang-barang yang dijual sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan lokal, harga tidak bersaing, dan situasi atmosphere toko yang cenderung kaku. Hero Supermarket mulai kehilangan pelanggan, terutama ketika munculnya pemain retail baru seperti Alfamart, Indomaret, dan Superindo yang lebih agresif dalam merchandising dan promosi.

  • Lokasi dan Tata Letak Gerai Sudah Tidak Relevan Lagi

Buku No-Fail Retail menekankan pentingnya memilih lokasi dan tata letak gerai yang strategis dan memudahkan navigasi pelanggan sesuai dengan target pasar. Beberapa retailer Indonesia yang tidak melakukan studi lokasi dengan benar tetap bersikukuh mempertahankan lokasi-lokasi besar di pusat kota atau mall meskipun traffic pengunjung menurun drastis, dan biaya operasional tinggi.

Giant Ekspres, yang berada di lokasi kurang strategis dan tidak dapat bersaing dengan convenience store seperti Indomaret dan Alfamart, yang memiliki jaringan luas dan akses mudah.

Matahari Department Store memang masih menjadi pemain besar di dunia retail Indonesia, akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir mereka menutup sejumlah cabang yang berada di lokasi dengan trafik rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua format department store cocok untuk semua lokasi. Perubahan perilaku konsumen yang lebih suka belanja cepat dan praktis membuat format department store besar semakin tidak relevan jika tidak mampu beradaptasi dengan perubahan pasar dan perilaku konsumen.

  • Kurangnya Adaptasi Terhadap Teknologi Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun