Mohon tunggu...
Mochammad Alwi Hidayat
Mochammad Alwi Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis apa saja yang ingin ditulis. Seorang mahasiswa yang ingin berbagi pengalaman dan memberi manfaat kepada orang lain melalui tulisan. "Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah," Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kelestarian Wayang Kulit Kini: yang Tua Tetap Setia, yang Muda Mulai Menepi

21 November 2022   19:44 Diperbarui: 21 November 2022   19:48 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagelaran wayang kulit /Dok. Pribadi M. Alwi Hidayat/

Wayang kulit merupakan warisan budaya Indonesia yang sepatutnya dilestarikan oleh seluruh generasi. Keunikan dari kesenian wayang kulit tidak akan ditemukan di belahan bumi manapun kecuali Indonesia. Tetapi, di era perkembangan teknologi saat ini menjadikan seni wayang kulit yang diwariskan turun-temurun mulai ditinggalkan oleh generasi mudanya.

Pada Sabtu, 15 Oktober 2022 diselenggarakan sebuah pagelaran wayang kulit di Taman Budaya Jawa Timur (Cak Durasim). Pagelaran ini didalangi oleh dalang kondang Ki Parto Hadi Wijaya dan diiringi oleh Karawitan Wijoyo Laras dari Kabupaten Mojokerto. Dengan mengangkat tema "Mudhune Sumping Wijaya Kusuma" pagelaran ini diselenggarakan mulai pukul 20.00 dan disiarkan melalui channel YouTube Cak Durasim.

Penyiaran kesenian wayang kulit melalui YouTube ini dilakukan sebagai upaya untuk mengkomunikasikan budaya kepada seluruh masyarakat. Dengan model komunikasi budaya melalui sosial media ini proses pelestarian budaya bisa dilakukan tanpa batas ruang dan waktu. Dengan begitu, seni wayang kulit yang merupakan budaya asli Jawa ini bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat dari manapun mereka berada.

Tetapi, berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis ketika menghadiri pagelaran ini, masih sedikit terlihat generasi muda yang hadir. Terlihat pengunjung yang hadir didominasi oleh orang tua. Dari sini dapat penulis katakan bahwa yang tua tetap setia mencintai kesenian wayang kulit, yang muda mulai menepi karena pengaruh globalisasi.

Dilansir dari website resmi Cak Durasim, kisah Mudhune Sumping Wijaya Kusuma mengisahkan perjalanan seorang kesatria Narayana (Kresna) yang menjadi raja di Negara Dwarawati. Menurut penulis, pagelaran ini dikemas secara unik dan berkarakter. Di mana terdapat para sinden yang bergantian menyanyikan tembang Jawa. Ini membuat para penonton terhibur.

Selain itu ketika bercerita, dalang juga menyampaikan pesan untuk melestarikan budaya pewayangan kepada seluruh penonton. Karena dengan melestarikan budaya kita akan tetap harum dan dikenal oleh dunia. Penulis bertanya kepada pengunjung untuk mengetahui antusiasme mereka terhadap pagelaran seni.

"Saya ke sini nganter cucu saya, Mas. Karena dia dari kecil suka lihat wayang," kata Bu Pur salah satu pengunjung pagelaran. Dari wawancara ini dapat dianalisis bahwa komunikasi budaya yang dilakukan Cak Durasim berhasil menginfluence seluruh kalangan termasuk anak usia dini sekaligus.

Penulis pun bertanya kepada pengunjung usia muda yang melihat wayang. "Alasannya memilih lihat wayang kenapa, Mas?," tanya penulis. "Karena dekat dan refreshing. Karena di sini juga ga terlalu ramai," jawab Andri bersama saudaranya Khoirun. Antusiasme generasi muda untuk melihat pagelaran wayang mulai terlihat. Tetapi, dari pengamatan penulis, penonton wayang masih didominasi oleh pengunjung usia lanjut usia.

Dari keterangan pengunjung usia lanjut, mereka melihat pagelaran karena dekat sekaligus refreshing. Kesan dari penulis ketika ikut menonton seni wayang yaitu sebenarnya sangat seru, unik, berkarakter, tetapi ada kosakata tradisional Jawa yang sulit dipahami. UPT. Taman Budaya Cak Durasim telah berhasil mengkomunikasikan budaya wayang dengan cara menjadikannya sebagai sarana hiburan bagi rakyat dan menyiarkannya lewat sosial media.

Keunikan dan keistimewaan nilai budaya seharusnya bisa dikomunikasikan dengan baik agar tetap lestari di seluruh kalangan. Dari kalangan tua hingga kalangan muda. Keunikan ini bisa dijadikan strategi pelestarian dan alat untuk memperkenalkan kearifan Indonesia ke dunia luar. Ini berguna agar kesenian wayang kulit dan kearifan lokal lainnya tidak hanya dicintai oleh generasi tua saja, tetapi juga dilestarikan oleh generasi muda sebagai penerus budaya bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun