Mohon tunggu...
Mochammad Syihabbudin M.Pd
Mochammad Syihabbudin M.Pd Mohon Tunggu... Guru - Founder: Ruang pendidikan

Menulis itu curhat paling total dalam sebuah perjalanan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sepi di Dalam Keramaian Dunia

17 Desember 2020   14:02 Diperbarui: 17 Desember 2020   14:05 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sore ini aku duduk bercengkrama, bergurau dan melihat kendaraan berlalu lalang ke sana kemari, satu per satu aku amati betul, sampai mata tidak mau berkedip melihatnya, dengan di sandingi obrolan teman, sahabat, dan kawan yang menggengam dunianya masing- masing, lucu memang mereka sangat asik membicarakan kegalauan mereka, mereka sangat ramai dengan dunia mereka, dan mereka sangat menjiwai sore ini, seakan dunia milik mereka masing - masing,

Sore ini banyak sekali perkumpulan anak muda, wanita maupun pria, aku terdiam sambil mengamati  satu per satu  dari sebagian banyak anak di tempat ini, seakan- akan dunianya mereka indah sekali, seindah  dunia yang mereka genggam, bagaimana tidak indah perkumpulan ini seakan- akan lebih banyak lagi dengan obralan via android, yaa memang itu yang aku rasakan atas analisis mata dalam waktu sekejab disore itu, Sore itu memang seperti itu adanya, semua anak muda yang nongkrong di caffe seakan - akan mereka hidup dengan dunianya masing- masing, bahkan aku tak di hiraukan sama sekali, mereka terlalu banyak teman sampai- sampai mereka lupa bahwasanya mereka punya teman di samping mejanya.

Aku tertunduk sejenak, memang kaum milenial yang hidup di tahun 2000 an ini banyak sekali dari mereka yang secara tidak sadar lupa tradisi, lupa berbicara tatap muka,dan sore itu aku hanya bisa mengambil nafas dalam hirupan yang lebih dalam dari biasanya sambil melihat mobil yang berjalan, dan mencoba memprediksi apa yang mereka bicarakan sampai ketawa dengan dunianya yang palsu.

Sampai matahari berpamitan kepada bumi aku hanya bisa bernafas lebih dalam dari biasanya, mengeluarkan laptop menatap layar dan aku mulai bicara dan menulis, aku mulai terbiasa dengan keramain ini, keramain yang haluu, sampai lupa bagaimana caranya berbicara dengan teman semeja dengan perasaan yang menyenangkan, sampai lupa bagaimana menikmati secangkir kopi dengan nuansa yang menyenangkan lebih dari biasanya. Aku hanya bisa menikmati pahitnya kopi sambil menekan laptop dan berbicara dengannya, mungkin Cuma itu yang bisa aku kerjakan ketika aku di keramaian mereka semua sudah tidak peduli dengan apa yang ada di sampingnya.

Aku juga tak mengerti awal dari dunia ini, aku Cuma ingat dulu aku di ajarkan sama orang tua untuk menyukai keramaian, mencintai orang di sekitar dan berusaha memperkenalkan diri. Tapi pesan tersebut seakan -- akan tidak di minati sama sekali sama kaum hari ini, dan pada akhirnya aku mencoba menarik diri saat berada di keramain, bukannya aku tidak menghargai pesan orang tuaku tapi aku tidak tertarik dengan mereka dan aku juga tidak bisa hidup dengan dunia mereka dan itu yang menyebabkan aku menyukai sepi, hanya sepi yang membuatku yang bisa membuatku tenang,  dan hanya sepi yang bisa membuatku memanusiakan manusia.

Malam npun tiba aku masih saja di caffe yang sama dengan nuansa yang sedikit berbeda, keramaian npun mulai hilang, semakin aku sadar bahwasanya dunia ini seakan- akan terbalik, konsep orang tuaku dulu yang mengajarkan adat ketimuran, bercengkrama, gotong royong, bersapa ketika ketemu, hari ini seakan- akan sudah menjadi sejarah, dan semuanya di masukkan ke dalam dunia mininya mereka yaitu android ponsel pintar yang dapat merubah dunia.


Terkadang aku sangat ingin merubah dan menerapkan pesan orang tuaku dan memulai suatu hal yang dulu pernah terjadi di masa kecilku, masa yang sangat indah dengan candaan, gurauan yang tanpa di manipulasi dengan filter yang di terapkan anak zaman sekarang. Lucu memang kadang mereka mengirim pesan tersenyum sambil ketawa tetapi hati mereka tidak tertawa, aku takut jika aku gak bisa hidup di kehidupan mereka. Dan pada akhirnya aku berusaha untuk menyendiri, mungkin orang lain tak akan tau mengapa aku menyendiri? Mungkin menganggap aku orang yang ketinggalan zaman, orang kuno yang tak bisa beradaptasi dengan zaman sekarang, menurut mereka mungkin aku yang tidak asyik, tidak bisa di ajak ngobrol, mungkin itu di benaknya mereka. Padahal sesungguhnya aku sangat mencintai obrolan secara langsung, aku sangat butuh dengan obrolan langsung tanpa HP yang mereka pegang.

Aku tau betul kaum milenial pada zaman sekarang memang tak akan bisa hidup di kesepian, aku tau mereka tak akan bisa mencintai sepi, yaa memang itu yang mereka pikirkan tapi tidak dengan ku karakter yang sangat menyenangkan ketika di dunia nyata tapi sangat horor ketika di dunia maya, itu yang membuatku berbeda dengan anak muda lainya aku lebih nyaman hidup seperti itu tanpa manipulasi sama sekali, terkadang aku merasa hidup di dunia yang tak sama dengan mereka.

Bukannya aku tidak pernah sama dengan mereka. Aku pernah menjalani hidup dengan kecanduan android yang membuatku terlena, yang membuatku selalu membandingkan diri dengan kehidupan orang lain, dan yang membuatku tidak tenang sama sekali, pikiran itu yang membuatku memutuskan untuk hidup di kesunyian dan itu yang membuatku lebih bahagia dengan sempurna, kehidupan yang menyenangkan tanpa di pamerkan ke orang banyak dan ke asikan ketawa tanpa rekayasa.

Mungkin pula buka saatnya untuk aku berselancar lagi di kehidupan mereka yang serba online, bukan lagi waktunya untuk membanding- bandingkan kehidupan dengan orang lain, dan dengan mengisi kekosongan dengan jalan kesepian ini aku di ajarkan untuk lebih fokus akan masa depan yang sudah ada di depan mata.

Impian yang begitu besar yang hanya bisa saya lakukan dengan cara berdiam diri pada masa keramaian, menarik sebentar lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, berdoa, lebih istiqomah dalam menjalankan perintahnya dan lebih menjauhi laranga nya, semuanya saya pasrahkan kepada sang maha pencipta, di kesepian bukanya aku gak bisa berbicara aku lebih suka berbicara, bercerita panjang di atas sajadah dengan dia sang maha pencipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun