Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tiga Cara Mengakhiri Sebuah Cerita

25 Februari 2021   15:31 Diperbarui: 25 Februari 2021   15:39 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau pengin jadi tukang cerita, harus baca tulisan ini. Penting banget bagi pemula. Kalau gak mau jadi tukang cerita, lewatin aja. Gak ada penting penting nya.

Persoalan tukang bikin cerita itu macem-macem. Ada yang bingung mengawali cerita. Sampai sampai kotak sampah penuh kertas yang dikucel kucel, saking bingung nya bikin awalan sebuah cerita yang menarik.

Ada yang kesukitan ngembangin cerita. Cerita mutar muter gak karuan. Kadang cerita kok sudah selesai, padahal baru satu paragraf. Bahkan kadang cerita sudah selesai waktu masih menjadi gagasan di kepala.

Namun tulisan ini bukan mau bicara semua itu. Tulisan ini justru untuk bilangin cara menutup cerita. Kalau tak bisa menutup cerita akan terlalu panjang, bisa sampe 1001 halaman. Kasihanilah yang baca. Atau yang beli bukunya karena mahal. Apalagi kalo niatnya cuma bikin cerpen.

Pertama, cukup dengan membunuh tokoh antagonis. Terutama terjadi di cerita film film tentang jagoan. Ketika tokoh antagonis sudah KO maka berarti cerita selesai.

Tokoh antagonis boleh sejago apa pun, tapo dia harus rela dimatikan di akhir cerita. Jangan menggunakan cara mengakhiri cerita dengan cara ink untuk persoalan cinta. Kurang greget, masa iya sih cinta bikin mati.

Cenderung tidak alami juga kalo penulis cerita membunuh tokohnya hanya untuk mengakhiri cerita. Seperti pemaksaan kehendak terhadap tokoh. Tokoh hanya sebagai wayang.

Kedua, dengan cara memenangkan tokoh protagonis. Tidak sama dengan cara pertama. Karena dalam cara kedua ini, tokon antagonis belum tentu mati.

Tokoh antagonis cukup dibuat kalah saja. Istilah nya jagoan selalu menang. Karena jagoan yang dijadikan tokoh utama memiliki beban untuk membawa pesan moral. Kalau jagoan kalah berarti pesan moral tak akan sampai.

Masih seperti cara pertama, penokohan dalam cerita terkesan tidak alami. Tokoh masih dibebani oleh penulis cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun