Ketika Jokowi memilih Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan dan Fachrul Razi sebagai menteri agama, saya termasuk orang yang kaget sekaligus bangga.Â
Sudah terlalu biasa kalau kursi pendidikan dan kebudayaan diberikan kepada representasi Muhammadiyah. Sudah terlalu biasa juga kursi menteri agama diberikan kepada representasi NU.Â
Persoalan, apa pun itu, jika selalu dilihat dengan kacamata biasa, maka sulit untuk dilakukan atau melakukan perubahan. Orang luar justru yang bisa melihat persoalan dengan kacamata beda. Kacamata baru. Dan dapat tanpa beban melakukan perubahan.Â
Dan Nadiem Makarim sama sekali bukan orang yang dikenal sebagai orang dekat dunia pendidikan. Belum ada kiprah apa-apa. Nadiem malah identik dengan gojek. Aplikasi yang juga tak berhubungan langsung dengan pendidikan.Â
Gebrakan Nadiem bagus. Paling tidak rentetan gebrakan mulai dari murid merdeka adalah perubahan yang selama ini banyak diharapkan. Â
Misalnya saja, penghapusan Ujian Nasional. Berpuluh-puluh tahun kritik dialamatkan ke praktik Ujian Nasional yang lebih banyak mudhorotnya tinimbang manfaatnya. Tapi, tak ada menteri pendidikan yang berani mengapusnya kecuali Nadiem.Â
Akreditasi yang tak perlu dilakukan terus menerus hingga antreannya menjadi panjang dan menyusahkan. Akhirnya, akreditasi hanya menjadi akal akal-akalan karena selalu disiasati oleh semua kalangan secara instan. Bahkan, ada yang menganggap akreditasi cuma bisnis brlaka.Â
Kemudian juga persyaratan pembukaan jurusan baru yang lebih ringan. Ada teman yang mengeluh persoalan pendirian jurusan baru yang katanya harganya bisa milyaran walaupun banyak yang siluman.Â
Peristiwa oknum dari UNJ yang mengumpulkan uang dari para dekan untuk disetor ke oknum di kementerian pendidikan dan kebudayaan adalah cermin masih perlu banyak perbaikan di kementerian yang mengurusi penghuni masa depan tersebut.Â
Kemudian masalah POP.. Semoga Muhammadiyah memang sedang melakukan kritik konstruktif sehingga ketika kritik sudah sampai Muhammadiyah akan kembali bersama Nadiem membangun dunia pendidikan lebih baik. Jangan sampai Muhammadiyah akan dikesankan sedang berupaya merebut kursi yang sempat terlepas dari tangannya.Â
Persoalan PJJ memang persoalan yang tak terprediksi oleh siapa pun. Ia datang begitu saja. Jika negara negara maju saja kuwalahan apalagi negara dengan budaya yang masih goyah seperti negeri kita.Â