Persoalan PPDB sudah lumayan reda. Tapi bukan berarti semua persoalan sudah terselesaikan. Masih ada persoalan bagi sebagian siswa dari kalangan tidak mampu yang belum memiliki sekolah.Â
Mereka anak pandai, bukan anak bodoh. Dan anak pandai biasanya memiliki usia lebih muda dari rata rata anaj dalam sebuah sekolah, baik kelas 9 maupun kelas 6.
Mereka memiliki usia muda sehingga tak bisa masuk lewat jalur zonasi yang di Jakarta di patok seleksi nya berdasarkan usia. Â Kedua, mereka juga rata rata dari sekolah dasar negeri atau SMP negeri. Sehingga mereka kalah ketika nilai sidaniranya dikalikan dengan nilai akreditasi. Lagi lagi, sekolah negeri rata rata memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari nilai akreditasi sekolah swasta.Â
Dan semakin sial, di lingkungan RW nya yang biasanya di daerah kumuh, tak ada gedung SMP atau SMA yang didirikan di situ. Akhirnya, mereka masih merana hingga saat berita ini ditulis. Â
Dan, bangku kosong yang ada, sudah tak memiliki batasan apapun sehingga kemampuan tengahan mereka membuat mereka harus rela tak mendapatkan bangku di sekolah negeri.Â
Beruntunglah penduduk kota semarang. Memiliki walikota yang peduli. Saya sendiri sempat kaget waktu pertama kali menulis keluhan tentang parkir di gedung Lawang Sewu yang amburadul saat itu, di twitter, langsung ditanggapi oleh Pak Walikota.Â
Sejak saat itu, saya merasa jika Walikota Semarang, Bpk. Hendar Prihadi, memang pemimpin masa depan. Pemimpin yang benar-benar peduli dengan kota dan isi isinya.Â
Ketika belum terdengar gebrakan dari pemimpin kota lain, saya yang sudah menjadi pengikutnya di jagad twitter kaget juga saat beliau mengetwit bahwa di Kota Semarang, bukan hanya sekolah negeri yang telah digratiskan. Sekolah sekolah swasta juga digratiskan.Â
Beginilah seharusnya seorang pemimpin. Jika belum mampu menjamin ketersediaan bangku di sekolah negeri maka bermitra dengan sekolah sekolah swasta. Â Sekolah swasta bisa hidup berdampingan dengan sekolah negeri. Sekolah swasta diberdayakan bukan dibunuh pelan pelan.Â
Di atas sudah saya lampirkan sekolah sekolah swasta di Semarang yang sudah digratiskan oleh Sang Walikota. Sehingga tak ada istilah, sekolah harus di sekolah negeri. Karena sekolah swasta harus bayar.Â
Tak ada rebutan. Tak perlu main curang dengan pakai istilah ikut KK segala. Mereka tetap bisa sekolah di sekolah swasta gratis ketika sekolah negeri menerapkan jalur zonasi.Â