Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Azizah (1)

19 Februari 2020   04:21 Diperbarui: 19 Februari 2020   04:20 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan itu kadang meluncur begitu saja dari otakku. Sekali sekali dia meloncat loncat dulu beberapa detik di otakku sebelum meluncur ke bibirku. 

Jangan tanya maksudnya apa. Karena pertanyaan itu seperti sebuah meteor saja. Terus, kenapa ada meteor? Gak ada yang tahu kan? Paling cuma rekaan ilmuwan yang sok tahu kemudian kamu percayai terus kau jadikan kebenaran. Kebenaran macam apa? 

Terkadang muncul saat aku sedang duduk. Tak jarang juga saat aku sedang tiduran. Malah, beberapa kali muncul saat aku sedang bicara. Mendadak sontak datangnya. 

Apakah ini teror? 

Bisa jadi. Sekarang ini hanya ada dua kemungkinan. Hidup menjadi pemenang atau hidup menjadi pecundang. Jika kamu memilih menjadi pecundang, maka kamu akan diteror oleh kebahagiaan tak terkendali dari para pemenang. Ketika kamu melihat tivi kamu akan diteror iklan yang menggiurkan. Ketika kau pejamkan mata pun kau pasti diteror impian pengen jadi seperti mereka. 

Kalau kamu memilih menjadi pemenang? Teror itu datang justru langsung ke otakmu. Orang orang pecundang itu sorot matanya saja sudah pasti akan langsung menghujam hatimu paling dalam, dalam sekali. Seperti sebuah kebencian yang pernah diderita iblis saat dirinya harus dikalahkan manusia. 

Ya. 

Pertanyaan itu bisa juga teror yang dihembuskan oleh adikku sendiri. Toro. Ia memang setiap hari seakan dipenuhi dengan benih benih dendam. 

Sorot mata Toro. Adikku nomor lima itu seperti apa gitu. Seperti gulungan kabel. Ya, seperti gulungan kabel yang sulit ditebak seberapa panjang karena ujungnya selalu ada di lingkaran paling dalam. 

Pernah aku pura-pura diam ketika pertanyaan itu muncul. Tapi, apa yang terjadi? Dia, kata kata itu, malah sengaja muncul satu persatu. Seperti orang yang sedang belajar membaca dengan cara mengejanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun