Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Harus Profesional

5 Mei 2019   06:18 Diperbarui: 5 Mei 2019   06:30 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seleksi guru honorer.   Jika memang memenuhi kriteria profesi guru atau profesional,  harus segera diangkat.   Jika tidak,  sebaiknya, jangan diteruskan untuk membimbing peserta didik. 

Kita harus akui,  jika fakta di lapangan masih ada sekolah abal-abal.   Sekolah yang peserta didiknya masuk jam 09.00 dan pada jam 10.00 muridnya sudah berkeliaran di jalan dan di warnet. 

Kita juga harus akui,  jika fakta di lapangan, banyak sekolah swasta bagus dan disiplin,  dengan gedung bertingkat berpendingin udara.   Peserta didik nya juga datang diantar, pulang dijemput dengan mobil pribadi. 

Di sekolah abal-abal dan di sekolah mentereng,  memiliki guru honorer.   Guru honorer di sekolah abal-abal dan sekolah mentereng juga,  nasibnya sama,  digaji hanya sebetas UMR. 

Perbedaannya,  guru honorer di sekolah abal-abal,  bukan lah guru profesional.   Guru honorer di sekolah abal-abal,  terkadang malah tak tahu apa apa tentang profesi guru,  selain berbicara di depan peserta didik.  Mereka bukan lulusan perguruan tinggi pendidikan atau tak pernah dengar yang namanya PPG. 

Mereka biasanya,  lulusan perguruan umum yang kesulitan mencari pekerjaan.  Atau bisa juga lulusan jurusan keguruan tapi yang abal-abal juga.  Kuliah sekali seminggu. 

Sedangkan, guru honorer di sekolah mentereng biasanya guru profesional.   Hanya saja pengelola yayasan sering abai terhadap kesejahteraan guru karena terlalu sibuk dengan kesejahteraan sendiri. 

Satu lagi,  jenis guru honorer, yaitu mereka yang mengajar di sekolah negeri.   Kalau di Jakarta atau kota besar lainnya,  guru honorer jenis ini,  biasanya sangat profesional.   Sedangkan untuk sekolah negeri yang jauh di lereng gunung atau di kota kecil,  biasanya hampir sama dengan guru honorer di sekolah abal-abal.   Asal guru tanpa seleksi apa apa. 

Melihat berbagai jenis guru honorer,  maka jalan keluar nya juga berbeda.   Jika guru honorer itu memang profesional,  sudah seharusnya dan sesegera mungkin, pemerintah atau pemda, mengangkat mereka menjadi PNS.   Akan tetapi, bagi mereka yang tidak profesional,  sebaiknya,  dilarang meneruskan menjadi guru.   Guru yang tidak profesional, hanya akan merusak kualitas pendidikan. 

Kesalahan pemelajaran oleh seorang guru akan berakibat fatal, karena akan diyakini kesalahan itu sebagai kebenaran oleh para murid nya hingga ke liang lahat.   Jika dalam satu tahun pelajaran,  guru tidak profesional ini mengajar seratus peserta didik,  maka ada berapa juta siswa terpapar kesalahan jika guru tak profesional itu mengajar hingga akhir hayat nya? 

Kota kota besar kelebihan guru,  daerah terpencil kekurangan guru.   Persoalan distribusi guru inilah yang harus lebih dulu diselesaikan.   Untuk keperluan ini,  pengaturan guru memang harus dikembalikan ke pusat.  Jika masih diatur pemda, maka problem dasar ini tak akan pernah selesai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun