Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Guru - Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Moral Runtuh Para Pendukung Prabowo

21 April 2019   05:41 Diperbarui: 21 April 2019   06:01 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kekalahan memang menyakitkan.  Bagi siapa pun.  Kan pun.  Orang yang mengalami kekalahan pasti akan menjadi yang terluka.   Merasa tidak baik. Merasa tak beruntung.  Bahkan kadang sampai merasa dirinya tak berguna. 

Sayangnya,  kompetisi harus melahirkan hanya satu pemenang.   Kalau kompetisi terjadi antara banyak orang,  luka akibat kekalahan tak terlalu dalam.   Akan tetapi,  berbeda jika kompetisi terjadi hanya antara dua orang atau dua kelompok.   Jika kompetisi dilakukan oleh dua orang atau dua kelompok, maka kekalahan terkadang sangat menyakitkan.   

Sehingga kompetisi yang seharusnya menjadi sesuatu yang biasa dan kemungkinan akan terjadi begitu sering dalam kehidupan seseorang akan berubah menjadi sesuatu yang menyeramkan.   Bahkan kompetisi akan menjadi pertarungan hidup dan mati. 

Wajar jika seorang pemimpin seperti Amin Rais mengistilahkan kompetisi antara Jokowi dengan Prabowo dengan istilah yang cukup menggetarkan dan memiriskan hati yaitu "perang". Bahkan perangkat yang dirujuk juga bukan perang biasa tapi perang zaman awal penyebaran Islam. 

Amin Rais pasti tahu dampak dari pengubahan kompetisi yang biasa menjadi sebuah perang yang berkonotasi hidup atau mati.   Tapi dia justru menggunakan istilah itu hanya demi menggugah semangat para pendukung nya.   Sebuah langkah yang patut disesalkan dari seorang tokoh sekaliber Amin Rais. 

Lalu,  setelah Pemilu usai,  muncul gegeran atau bisa juga disebut ger geran lucu sekali gus mengkhawatirkan.   Prabowo mendeklarasikan kemenangan terlalu dini. 

Deklarasi kemenangan hanya berdasarkan hasil hitung sendiri.   Apalagi dalam konstitusi sudah disebutkan bahwa hanya lembaga tertentu yang boleh mendeklarasikan kemenangan calon presiden. 

Tapi,  hal ini,  seperti di cuitkan oleh Bpk.  Jimly bahwa dia memahami apa yang dilakukan Prabowo sebagai upaya menjaga moral para pendukungnya agar tidak jatuh akibat kekalahan.   

Kekalahan memang akan membuat luka yang dalam,  bahkan dapat sampai menghilangkan makna diri seseorang.   Lebih parah lagi jika kekalahan itu sampai berulang seperti yang dialami oleh Prabowo. 

Sebetulnya kekalahan itu belum terjadi karena lembaga yang diamanati konstitusi untuk melakukan itu belum melakukan kannya.   Tapi,  upaya kuburan Prabowo menolak lembaga hitung cepat.  Bahkan berulang kali menuduh mereka telah melakukan konspirasi adalah wajah dari pengakuan mereka terhadap kemenangan lawan yang justru belum diumumkan.   

Prabowo sedang menjaga moral para pendukung nya.  Tapi bagaimana dengan moral sendiri sebagai pemimpin?  Seharusnya,  Prabowo yang membawa moral para pendukung nya untuk mampu menghadapi kenyataan kemungkinan kekalahan pada penghitungan final oleh KPU dengan berkaca pada hasil hitung cepat oleh semua lembaga kredibel pembuat hitung cepat.   Bukan sebaliknya, mengikuti alur pikir harapan kemenangan yang kemungkinan nya kecil dari para pendukung nya. 

Seorang pemimpin harus mampu menghadapi siapa pun yang dipimpin nya menuju kebenaran.  Bukan memanipulasi mereka demi harapan palsu. 

Semoga mereka bisa kembali ke jalan yang benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun