Semua laki-laki di kampungku berwarna hitam. Â Maka, kami heran ketika ada satu laki-laki di kampung kami yang bermata biru. Â Walau, kami tak pernah meledek atau mempertanyakan dia.
Bukan hanya matanya yang biru.
Laki-laki itu pandai bicara. Â Setiap dia bicara, hampir semua orang di sekitarnya akan sontak diam mendengarkan apa yang dikatakannya. Â Biasa saja, sebetulnya. Â Tak ada hal-hal baru yang membuat kami tertarik dengan apa yang dibicarakan. Â Semua yang dibicarakannya, hal-hal lama dan biasa.
Cara bicara laki-laki bermata biru.
Cara bicaranya yang membuat kami semua tertarik dengan apa yang dibicarakan. Â Bahkan, kami sering merasa tersihir. Â Karena memang tidak normal. Dan tidak seperti biasa.
Laki-laki bermata biru tahu keunggulannya itu. Â Dan dia memanfaatkannya untuk menjerat perempuan di kampung kami. Â Kalau saya sebagai laki-laki saja selalu terpesona dengan bicaranya, para perawan itu pasti sudah termehek-mehek.
Sudah ada tiga perawan dihamili.
Pada awalnya, orangtua si perawan yang marah dan nyaris melabrak si laki-laki bermata biru. Â Tapi, entah kenapa, pada saat sudah bertemu dengan laki-laki bermata biru, orangtua perawan itu malah tertawa terbahak-bahak mendengarkan cerita si laki-laki bermata biru. Â Bahkan pernah datang orangtua perawan dengan pedang terhunus. Â Tetap saja dia tak bisa mengalahkan bicara laki-laki bermata biru yang memesonanya. Â Dan membuat orangtua perawan itu dengan tetap membawa pedang masih perawan.
Orang satu kampung juga berhasrat mengusir laki-laki bermata biru. Â Apalagi para pemudanya. Â Pemuda-pemuda kampung kami, jelas takut kalau semua perawan diambil laki-laki bermata biru.
Tapi selalu saja gagal. Â Dan laki-laki itu masih ada di kampungku. Â Entah sampai kapan.