Buya Syafii adalah salah satu nurani bangsa yang masih kita miliki.
Buya, panggilannya, sudah selesai dengan urusan pribadi, juga golongan. Â Tulisan dan ucapannya adalah suara suara yang betul betul tanpa kepentingan diri atau kepentingan jangka pendek. Â Kepentingan yang menjadi latar setiap tulisan dan ucapannya hanya lah kepentingan negeri ini. Kepentingan rakyat.
Tapi, mau dikata apa?
Tak mungkin kita bisa memaksa orang buta untuk melihat. Â Orang buta nurani untuk melihat segala niat.baik.
Kepentingan kelompok begitu besar. Â Melebihi kepentingan apa pun. Â Sehingga negeri ini pun sah sah saja untuk dikorbankan.
Kecaman terhadap Buya sering membuat hati saya teriris iris. Â Kata kata tak sopan, bahkan kotor bertebaran. Â Seperti tak ada etika sama sekali.
Mungkin para pencaci Buya malah tidak pernah berbuat apa apa untuk negeri ini. Â Tapi, mereka begitu mudah mencaci seolah sudah begitu banyak yang disumbangkan nya untuk negeri.
Kesederhanaan hidup Buya tak mampu mereka lihat. Â Kesantunan ucap tak pernah mereka dengar. Kedalaman berpikir dalam tulisannya tak mampu menembus kejumudan pencaci itu.
Di Muhammadiyah sendiri, terkadang Buya tampak sendirian. Â Berdiri memegang teguh nurani. Bahkan orang orang Muhammadiyah yang dulu dipimpinnya sekarang tampak begitu mudah mencaci.
Buya, saya akan terus mengikuti langkahmu. Nuranimu terlalu berharga untuk diabaikan begitu saja. Negeri terlalu banyak berhutang pada mu.
Semoga diberi kesehatan selalu.