Malang - Di tengah modernitas yang serba cepat dan praktis, gawai, internet, dan media sosial kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Semua informasi, hiburan, hingga interaksi sosial bisa diakses hanya dengan satu sentuhan. Sekilas, tampak bahwa seolah-olah kebosanan tak lagi menjadi masalah yang perlu dirisaukan. Namun, fakta yang terjadi justru berkebalikan.
Survei Monitoring the Future (2018) terhadap lebih dari 21 ribu remaja menunjukkan bahwa 1 dari 5 responden mengalami kebosanan yang tinggi. Penelitian lanjutan oleh Weybright dkk. (2020) turut menguatkan yang menemukan bahwa tren kebosanan kian meningkat sejak 2008 hingga 2017.
Ironisnya, saat merasa bosan, manusia modern cenderung berlari ke media sosial untuk mencari hiburan. Alih-alih mengurangi rasa bosan, kebiasaan ini justru mengikis kesehatan mental dalam jangka panjang. Fenomena seperti doomscrolling, menggulir layar tanpa henti dan tanpa arah, membuat kita merasa menyesal karena waktu terbuang percuma, dan semakin menjauhkan diri dari aktivitas yang bermakna.
Kebosanan Eksistensial: Tren Masalah Global Akibat Adiksi Media Sosial
Riset Case & King (2024) menyebutkan bahwa lebih dari 210 juta orang di dunia mengalami adiksi media sosial dan internet. Di Indonesia sendiri, hasil survei Gunawan dkk. (2021) terhadap 2014 responden menunjukkan sebanyak 73% remaja telah mengalami kecanduan media sosial dan 75% kecanduan gawai.
Perilaku adiktif ini ditandai dengan kebiasaan terus-menerus memeriksa notifikasi, berpindah-pindah konten tanpa tujuan, hingga kehilangan fokus. Bukannya mengurangi kebosanan, perilaku ini justru meningkatkan rasa hampa, menurunkan konsentrasi, dan membuat aktivitas sehari-hari terasa tanpa makna.
DIRECT: Disconnect dari Yang Semu, Reconnect dengan Yang Nyata
Keresahan terhadap fenomena ini mendorong dua mahasiswa Universitas Negeri Malang, Savvana Hilya Ramadhani (Pendidikan Matematika) dan Keysha Wahyu Kinanthi (Pendidikan Bahasa Arab), menggagas sebuah gerakan aksi bernama DIRECT, singkatan dari Disconnect to Reconnect.
DIRECT merupakan sebuah gerakan aksi nyata berbasis spiritualitas dan kesadaran sosial yang mengajak pengguna untuk berhenti sejenak dari kebisingan digital, lalu kembali merefleksikan makna hidup. Konsep ini menggabungkan psikologi positif dan nilai-nilai universal Al-Qur’an, untuk mengidentifikasi indikator kebosanan eksistensial seperti hilangnya makna hidup, kecemasan emosional, dan rendahnya penghargaan diri.
Hasil analisis ini diwujudkan dalam bentuk kuesioner untuk mengukur tingkat kebosanan eksistensial seseorang, dengan tujuan akhir menghadirkan kebahagiaan paripurna (sa’adah haqiqiyah). Nilai-nilai seperti muhasabatul qalbi (refleksi batin), sakinatul qalbi (ketenangan hati), dan muhklisun lillahi (keikhlasan kepada Allah) menjadi fondasi utama konsep ini.