Mohon tunggu...
Muhamad Nabil
Muhamad Nabil Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nabil MH

Menulis apa yang ingin ditulis, lalu disebar semoga menjadi manfaat untuk sekitar. Menulis adalah menyerang, Membaca adalah melawan. #SalamLiterasi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kampus sebagai Panggung Hegemoni Hedonisme

30 Oktober 2020   20:00 Diperbarui: 6 November 2020   13:48 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampus, mungkin kata atau arti itu sudah tidak asing lagi bagi semua orang, terkhusus bagi golongan pelajar menengah atas yang nanti arah meneruskan pendidikannya ke jenjang perkuliahan. yang dimana kampus adalah tempat pembelajarnya. Mungkin itu adalah arti yang subjektif tentang kampus. tetapi secara komprehensif serta mengacu arti kampus dalam KBBI yaitu daerah lingkungan bangunan utama perguruan tinggi (universitas, akademi) tempat semua kegiatan belajar-mengajar.

Tetapi sekarang, kampus sudah mulai tumbuh berkembang dan berubah fungsinya. Bukan lagi sebagai tempat pembelajaran. Tetapi artian disini tidak mencakup keseluruhan dan merubah artinya secara luas. namun hampir sebagian kampus hanya dijadikan panggung penampilan yang sifatnya hedonis oleh sebagian mahasiswanya.

Tak jarang mahasiswa sekarang lebih mementingkan dan mengedepankan tampilan serta penampilannya ketimbang pemikiran atau gagasannya ketika berangkat ke kampus. adapun argumen yang disajikan saat diskursus bersama kawan-kawannya bukan lagi tentang politik,permasalah bangsa, bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan penderitaan rakyat. ataupun yang konteknya general.

tetapi hanya ada obrolan yang sifatnya hedonisme atau keluar konteks yang seharusnya dibawa oleh mahasiswa lazimnya. yang seharusnya tugas mahasiswa adalah sebagai golongan reaksioner yang kritis. tetapi kebanyakan mahasiswa zaman sekarang yang bersifat pragamatis atau malah apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Padalah mahasiswa adalah representasi dari golongan terpelajar, yang sangat diharapkan oleh masyarakat banyak untuk melakukan hal yang bisa merubah peradaban atau kondisi berbangsa ke arah yang lebih. seperti apa yang dilakukan oleh para mahasiswa, ketika menjadi "dalang" utama mundurnya Presiden Soeharto dalam peristiwa mei 1998 yang menghasilkan Reformasi.

Tak jarang juga, kampus digunakan sebagai arena politisasi yang dilakukan oleh para politisi guna meraup suara mahasiswa yang masih  "labil" dalam menggunakan hak pilihnya dan melakukan praktik politik praktis, secara implisit itu bisa menstimulus mahasiswa itu sendiri sebagai objek yang nantinya akan melakukan cara serta budaya yang sama, apabila  "mahasiswa" tersebut kelak sama halnya menjadi politisi. yang pada akhirnya akan melahirkan suatu budaya atau malah sistem demokrasi yang kurang sehat khususnya di lingkungan kampus.

Yang menurut saya, seharusnya kampus itu menjadi tempat netral dalam konteks politik praktis atau seharusnya menjadi garis terdepan dalam mengawasi, mengontrol serta menkritisi seluruh tindak tanduk kebijakan yang akan dirancang oleh para elit politik tercinta kita yang duduk santai bahkan tak jarang juga hanya tertidur lelap ketika akan merumuskan tentang nasib rakyat kecil, serta seluruh rakyat. dan masih banyak juga yang hanya hadir ketika dilantik di gedung mewah parlemen tempat berkumpulnya para wakil-wakil rakyat, yang rakyatnya masih banyak yang kelaparan.

Mungkin seiring berjalannya waktu serta perkembangan zaman. Para mahasiswa ditopang dengan segala sesuatu yang bersifat instan. yang menyebabkan para harapan bangsa ini bertransformasi menjadi kaum yang menganut gaya hidup hedonisme yang terjadi di beberapa kota besar, seperti akhir-akhir ini. Memang tidak semuanya mahasiswa melakukan hal yang dianggap "Immoral" terjadi di kalangan mahasiswa itu sendiri.

Namun tak jarang fenomena saat ini, status mahasiswa hanya dijadikan sebagai "topeng" untuk menaikan strata sosial didalam lingkup pergaulannya atau hanya sebatas menjaga nama "baik" keluarga. yang pada akhirnya, slogan dan janji "HIDUP MAHASIWA" hanya sebuah slogan kosong yang tidak mempunyai arti serta isi didalamnya. hanya sebatas sumpah satir yang diucap oleh lisan saja. tanpa disertai dengan rasa bangga serta keinginan untuk menjaga identitas dari arti Mahasiswa itu sendiri. Layaknya seperti peribahasa "tong kosong nyaring berbunyi."

Mungkin itu hanya sebagian potret realita secara interpretasi subjektif kisah kehidupan mahasiswa zaman sekarang dari banyak kisah tentang problematika serta tantagan menjadi mahasiswa di era serba modern dan instan. yang mungkin masih relevan atau ada kaitannya dengan kondisi mahasiswa di era 2000-an. Saya sendiri sebagai mahasiswa tak luput dari segala apa saja yang sifatnya hedonisme.

Sebenarnya sah dan wajar saja setiap mahasiswa melakukan hal itu. Tetapi harus diingat harus ada batasannya serta kembali ke substansinya sebagai kaum terpelajar yang menjadi harapan masyarakat banyak guna sebagai garda terdepan dalam proses perubahan bangsa ini ke arah yang lebik baik lagi. Harapan saya semoga kedepannya seluruh mahasiswa indonesia bisa lebih merasakan dan peduli terhadap nasib,penderitaan dan jeritan rakyat yang sedang terdzolimi oleh keadaan sosial atau oleh para birokrat aparatur pemerintah yang berdalih "atas nama atau demi rakyat" HALAH BASI ! dan tak lupa untuk seluruh mahasiswa Indonesia mari kita saling bersinergi untuk menjaga muruah identitas kita semua, yakni Mahasiswa.

Tapi disisi lain, kita sebagai mahasiswa harus berefleksi sejenak, tujuan kita meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi itu untuk apa. Kalau hanya berorientasi untuk kerja. Seorang lulusan sd sekalipun bisa kalau hanya untuk kerja atau mungkin untuk bisa makan, seekor cecak didingding pun hanya diam menunggu datangnya nyamuk kalau bicara lanjut kuliah hanya untuk bisa makan. Tetapi menurut pandangan saya, sekarang semakin banyak tujuan kuliah itu didasari hanya untuk membanggakan orang tua, memang benar jalan itu bisa membuat orang tua kita bangga. Tapi tetap harus diingat usia di jenjang kuliah itu bukan lagi berpikir apakah orang tua saya bangga atau tidak kepada saya, tapi menurut saya. Harus sudah berpikir bagaimana caranya supaya keturunan kita nanti bangga mempunyai orang tua seperti saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun