Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Antara Ilmu dan Kabar Palsu

25 Juli 2022   18:56 Diperbarui: 25 Juli 2022   20:22 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: walpapers.com

Sudah terlalu lama pertanyaan-pertanyaan itu tergeletak begitu saja. Apakah kita punya kehendak bebas (free will) atau terdertiminasi secara absolut? Apa batasan yang tegas antara sains dan pseudosains? Antara fisika dan metafisika? Apakah Anda sudah memverifikasi dengan mata telanjang, bumi ini berbentuk elips atau datar? Masih banyak yang lain sebenarnya.

Kosmolog dan pemikir progresif-alternatif, Prof. Yusmar Yusuf punya quote menarik: kebetulan adalah ketika Tuhan tak mau diketahui sebagai pelakunya. Ia memberi sinyal bahwa manusia terperangkap dalam dominasi absolut, dan Tuhan adalah pelaku tunggal. Teori-teori kehendak bebas hampir dihabisi dari banyak jalan, mulai teologis, saintis, hingga futurologis.

Kita dikendalikan oleh algoritma biologis, sistem bawah sadar, eksperimen tipikal yang mendukung kehendak bebas ilusif serta temuan-temuan logis para futurolog bahwa tubuh kita diseret sepenuhnya dalam dunia simulasi yang dikendalikan oleh entitas superior.

Pertanyaan-pertanyaan dan pembelaan terhadap masalah logis kejahatan dalam bentuk yang lebih kompleks telah dielaborasi oleh Alvin Plantinga, seorang filsuf analitik yang kemudian menulis bukunya Tuhan, Kebebasan, dan Kejahatan (1977).

Jika kehendak bebas itu nyata, dalil Jean-Paul Sartre bahwa manusia dikutuk untuk bebas (man is condemned to be free) dapat diterima. Kita telah dikutuk untuk bebas agar kita bisa dihukum, tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya, atau bahkan Tuhan ikut serta.

Tuhan menyediakan surga dan neraka untuk segala sesuatu yang telah Dia takdirkan. Sebagai Sang Maha Tahu (omniscient) menjadi mustahil bahwa Tuhan tidak tahu siapa yang akan menjadi penghuni surga dan neraka-Nya kelak.

Untuk tidak mendebat Tuhan, Prof. Yusmar sudah mengingatkan agar kita harus berada dalam opsi dungu. Ini sebagai bentuk kehati-hatian cara Socrates, dalam menghadapi kaum Sophis yang merasa final.

Namun dalam fakta keseharian kita, hampir tidak dipisahkan antara ilmu (science) atau hanya sebatas pengetahuan (knowledge). Banyak yang disebut berilmu ketika dia memiliki pengetahuan dari penghapalan kata, angka, dan fakta masa lalu, yang tidak diverifikasi secara ilmiah.

Mengenai sains dan pseudosains. Para ilmuan garis keras menegaskan bahwa ilmu harus berada dalam sensor ketat metode ilmiah yang melibatkan pengamatan dan pengukuran, prosedur eksperimen, pengujian, dan modifikasi hipotesis. Tanpa ini ilmu hanyalah kabar palsu dan semu (pseudosains) atau pseudoscientific.

Perspektif ini menuntut kedewasaan ilmiah bahwa sains harus dimurnikan dari purbasangka yang tidak tervalidasi, irasional, dan dogmatis. Penolak pseudosains bahkan telah memisah-misahkan antara astronomi dengan astrologi dan ufologi, kimia dan alkemi (alchemy), fisika dan metafisika, ilmu kedokteran dan pengobatan alternatif, antara fisika dan metafisika, hingga teori evolusi dengan kreasionisme dan teori konspirasi bumi datar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun