Kata Carl Sagan kita adalah putra-putri bintang yang terhempas ke bumi dari ruang intergalaktik. Leluhur kita adalah partikel-partikel langit yang berhasil mengawini bumi. Pada episode selanjutnya, kata Darwin pula, ayah dan ibu kita adalah ikan-ikan purba, yang berubah menjadi reptil. Mereka naik ke darat lalu memanjat pohon dengan seluruh tubuh yang mulai diselimuti rambut. Â
Dan dalil Abrahamik menyebut, kita adalah anak-anak Adam yang tercipta dari tembikar suci, yang ditiupkan ruh ke dalamnya. Agama-agama tua lainnya mengatakan kita adalah anak-anak langit yang dikutuk untuk turun ke bumi. Sempurna tanpa proses evolusi berjuta milenium itu.
Aliran kreasonis dan evolusi tak pernah berhenti bersengketa. Mereka mencoba memasuki domain iman dengan logika dalam konfigurasi ruang dan waktu. Seolah eksistensi Tuhan harus diverifikasi oleh pengamatan walau selalu gagal ditemukan dalam aneka uji coba.
Perdebatan antara teis dan ateis, akan selamanya buntu, karena yang satu memakai penalaran deduktif, yang lain induktif. Sebaiknya tidak ada perdebatan. Dapat disaksikan misalnya debat antara Lawrence Krauss (ateis) versus Hamza Tzortzis (Islam) di kanal Youtube pada 29 Maret 2013 lalu yang sudah ditonton 4.712.789 kali.
Meski keberadaan Tuhan telah dikosongkan dalam kapsul-kapsul sempit empirisme, tapi teori-teori saintifik juga diturunkan untuk membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Di antaranya Francis S. Collins, Ketua Proyek Penelitian Gen Manusia di tahun 2007 lalu menyatakan bahwa DNA manusia menyimpan bukti keberadaan Tuhan.
Leonhard Euler seorang matematikawan sekaligus fisikawan terkemuka dari Swiss telah menurunkan rumus keberadaan Tuhan, yang diikuti oleh teorema Kurt Friedrich Godel, matematikawan asal Amerika.
Sebagai anak-anak bintang, sebagai putra-putri dari surga yang turun ke permukaan bumi, sebagai tangan Tuhan, dan sebagai pewaris planet ini, manusia harus tetap memuncaki kasta. Untuk apa bumi ada, jika manusia tak lagi punya kuasa atasnya.
Dalam psikologi, belakangan ini juga ditemukan adanya God Spot dan Neuoroteologi. Bahwa ada tempat di dalam sistem syaraf manusia, yang tidak bisa digantikan oleh apapun selain tentang Tuhan.
Tantangan terbesar bagi penganut sistem kepercayaan hari-hari ini bukan lagi ilmuan-ilmuan materialisme-eksistensialis itu, tapi munculnya agama baru yang menyembah data dan teknologi. Ini disebut agama tekno atau agama data.
Agama ini memang tidak bertemu secara vis a vis dengan sistem kepercayaan yang ada, ia hanya bersifat mereduksi humanisme yang menjadi inti bagi terbangunnya sistem kepercayaan. Bila humanisme dibatalkan dengan mengerahkan seluruh kekuatan Artifical Intelegence (AI), maka manusia hanya tinggal sejarah.