Manusia perlu disadarkan, salah satunya dengan menghapus gen penakluk dari zaman primitif, bahwa lingkungan atau bumi secara utuh adalah teman, bukan target penaklukan. Kita membutuhkan falsafah lingkungan yang di dalamnya merangkum ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Dalam konteks ini, muatan filosofis terus dibutuhkan bagi membicarakan lingkungan secara kritis, radikal, sampai menyentuh hal yang mendasar dalam hubungannya antara manusia dan lingkungan.
Pemanasan global terus terjadi, suhu bumi meningkat, dan gletser mencair. Jika ini tak bisa dihentikan detik ini, dalam hitungan mundur 30 tahun, sebagian daratan bumi akan lenyap disapu oleh pencairan es di kutub. Dan tanpa sadar kita semua adalah bagian dari penyebabnya.
Kita menyemprotkan emisi gas buang dari kenderaan bermotor tanpa henti, penggunaan energi listrik secara boros, penyebab polusi gas metana yang dihasilkan oleh sampah organik (Indonesia nomor dua terbanyak), konsumsi bensin berlebihan.
Demikian pula, prilaku konsumtif yang menyebabkan seluruh peralatan terus diproduksi yang prosesnya menghasilkan gas rumah kaca, sampah plastik, peralatan rumah tangga yang menghasilkan CFC, dan tentu saja penyempitan hutan. Semua itu adalah pemicu bumi terus memanas. Berlangsung detik per detik oleh lebih dari tujuh miliar manusia.
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos dan logos. Oikos berarti rumah. Bumi adalah rumah bersama yang harus kita rawat. Ada garis singgung antara kebutuhan untuk bertahan hidup yang tata caranya justru ironis. Kita bertahan hidup dengan cara membakar rumah bersama, di mana tidak ada lagi rumah selain ini. ~mnt