Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kita Sendiri yang Telah Membakar Bumi

16 Oktober 2021   07:46 Diperbarui: 16 Oktober 2021   08:04 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: futurelearn.com

Bumi yang tua renta harus memasuki usia senja dengan hari-hari terberat. Medio abad 20, manusia mulai memaksa bumi yang segar bugar untuk sakit.

Sains dan teknologi di fase ini melesat bak meteor, secepat itu pula bumi dirusak. Kita sedang berbicara tentang petaka masa depan, dengan penyebab yang paling diabaikan: pemanasan global.

Franklin D. Roosevelt (1882-1945), Negarawan dan Presiden Amerika Serikat berdiri di atas podium, satu abad sebelum isu-isu global warming diucapkan: Sebuah bangsa yang menghancurkan tanahnya (sekaligus) menghancurkan dirinya sendiri. Ucapannya, seperti sumpah yang tengah menagih pembuktian.

Manusia memang mesin biologis penghancur. Manusia-manusia primitif penghuni gua terlihat garang, karena harus menjadi penakluk belantara agar bisa bertahan. Tapi daya rusak mereka hanya gangguan-gangguan kecil.

Bahkan seperti lukisan yang terdapat di gua Lascaux dekat Dordogna, Prancis, manusia dari zaman Paleolitik membuat upacara untuk menghormati korban penaklukan mereka dari hewan dan tumbuhan.

Sedangkan manusia modern, tidak hanya punya daya rusak eksponensial, mereka bahkan tak peduli dengan tubuh lingkungan yang telah disakiti.

Di antara deru dan debu mesin-mesin perusak, para pejuang lingkungan pula berdiri sendirian melawan keganasan para kolonial ekologi, sekaligus pendangkalan yang dibuat orang-orang berkerah putih dengan segulung peta buta penyelamatan ekosistem, dan kerja-kerja kosmetik peremajaan lingkungan hidup.

Manusia perlu disadarkan dengan kata seru filosofis, untuk menutup jalan pikiran dengan tendensi superfisialitas. Fritjof Capra, seorang pemikir ekologis Austria dengan visi epistemologi tranformatif-nya  coba menggabungkan jalan pikiran epistemik dengan metafisis.

Alam  semesta  tidak  harus  dipandang  sebagai  seunit mesin atau perkakas,  yang  tersusun  atas  sekumpulan  objek  yang terpisah, melainkan   sebagai   sebuah keseluruhan yang  harmonis, yang  tidak  bisa  dipisah-pisahkan. Suatu   jaringan   hubungan   dinamis   yang meliputi manusia,  pengamat,  dan  kesadarannya  dengan  cara yang sangat esensial.

Capra melihat, spesialisasi   ekstrem   dari   pikiran   rasional, kini tengah berhubungan dengan mistisisme, esensi dari agama  dan   manifestasi  dari  spesialisasi  ekstrem pikiran intuitif, dengan begitu indahnya menunjukkan hakikat  modus kesadaran  rasional dan intuisi  yang  merupakan  kesatuan  dan  saling melengkapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun