Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hanya dengan Cara Ini Indonesia Dapat Mengejar Singapura

15 Januari 2021   19:21 Diperbarui: 17 Januari 2021   08:46 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: futurism.com

Seperti gagasan awal tulisan ini, selalu ada paradoks. Demokrasi tidak benar-benar baik, dan komunisme tidak selalu buruk, atau dibalik saja kalimatnya bagi mereka yang berpaham kiri. China adalah negara berpaham komunis, tapi sekaligus disiplin yang level kesejahteraannya melejit. Mereka justru memenuhi seluruh standar yang dibutuhkan oleh kapitalisme. Bandingkan negara demokratis India, yang tetap kumuh, miskin, dan korup.

Amerika selaku panglima demokrasi di planet ini, bahkan sedang melewati hari - hari gelap, ketika pendukung Trump memanjat Gedung Capitol dan membuat kerusakan. Amerika menjadi sangat ironi dan gagal memberi contoh yang baik bagi transisi kekuasaan ala demokrasi, di musim ini.

Monarki absolut akan terus tertolak secara logika demokrasi, tapi negara Islam seperti Qatar, Uni Emirat Arab, dan Saudi atau paling dekat Brunai Darussalam tak butuh demokrasi. Bagi rakyatnya, demokrasi berada di luar kosa kata menyangkut uang dan privilese yang telah mereka miliki. Juga negara - negara Skandinavia yang berpaham welfare state tapi monarkis. Mereka adalah contoh terbaik di bumi.

Satu contoh lagi, Singapura adalah negara teknokrat yang efisien, bahkan sangat irit untuk membiayai pemilu. Negara dengan pendapatan per kapita tertinggi dunia ini, cenderung otoriter dan memahfumi politik dinasti. Tapi mantan Anggota Parlemen, seorang Melayu, Halimah Yacob langsung memenangkan pemilu setelah bakal calon presiden lainnya gugur karena terjegal peraturan baru.

Biarpun jabatan presiden di Singapura tampak bersifat seremonial, pengembannya punya hak veto pada sejumlah keputusan pemerintah seperti masalah keuangan yang menyentuh cadangan negara atau penunjukan pejabat penting di layanan publik.

Halimah Yacob bisa jadi presiden karena Singapura menganut sistem Meritokrasi. Ini adalah semacam sistem politik yang memberi penghargaan kepada orang berprestasi menempati jabatan tertentu, dan melewatkan politik ras. Meritokrasi oleh para pemikir dianggap sebagai kunci utama kemajuan negara ini. Hanya fokus pada kapasitas individu dan membabat habis korupsi, kolusi, dan nepostime yang sulit hilang di kita.

Sasaran utama meritokrasi Singapura ditujukan kepada generasi muda berprestasi. Sejak pertama, orang-orang pintar Singapura sudah diburu untuk ditempatkan sebagai pelayan masyarakat alias Pegawai Negeri Sipil (PNS). Negara ini bebas dari PNS yang bodoh, korup, pemalas, dan masuk karena menyuap atau disusupkan oleh kaki tangan oligarki.

Konsep meritokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan Plato yang percaya bahwa sebuah negara seharusnya dipimpin orang-orang yang paling pandai, paling baik dan paling berprestasi. Plato menegaskan ini dalam istilah aristokrasi __saya sudah selalu menulis ini sampai ada yang bosan, dan ternyata Singapura sejak pertama sudah mempraktikkannya. Jadi, tugas Indonesia sebenarnya adalah menggeser kawanan oligarki menjadi barisan aristokrat, itu saja. ~MNT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun