Bicara cyborg, akan muncul elit-elit dunia, manusia-manusia super yang ke dalam otak dan otot mereka sudah ditanamkan keunggulan robot. Mereka amortal yang secara sains tidak tua dan mati oleh penyakit. Namun ajal akan tetap menjemput mereka dengan campur tangan Tuhan.
Kecerdasan otak manusia digantikan oleh pengerkahan data yang dimulai oleh peristiwa dewa pecatur Garry Kasparov yang tak berdaya di hadapan mesin Deep Blue (1996) atau pemeringkat mutu kebun anggur Bordeaux Perancis terhebat yang masyhur sejak 1855, lalu kalah oleh prediksi Orley Ashenfelter dengan hanya menggunakan kekuatan statistik.
Semua jenis pekerjaan hampir tanpa kecuali pelan--pelan sudah terotomasi tinggal kemudian apakah ia akan diserap atau menunggu saat yang tepat. Demikian pula dengan tangan--tangan terampil seperti mahakarya Michelanggelo atau Leonardo Davinci yang bisa dicipta ulang dengan hanya menekan tombol printer 3D.
Simfoni terbaik sekelas Beethoven, prosa dan puisi terindah Kahlil Gibran atau keunikan alegori Franz Kafka akan dengan mudah ditulis secara robotik dengan kualitas yang membuat manusia tidak mampu membedakannya, untuk tidak mengatakan: melebihinya.
Bahkan untuk menghapus kebisingan dan pemborosan oleh ritual pesta demokrasi, dapat diciptakan presiden robot terbaik jauh melebihi seluruh presiden yang pernah ada. Dalam negara autopilot futuristik, presiden manusia dan lini pemimpin di bawahnya mungkin masih diperlukan sebatas simbol.Â
Lalu apa langkah kita, teknologi 4.0 itukah? Ia adalah gejala dari tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik yang justru menandakan fase yang dirisaukan itu sudah mendekat.
Istilah industri 4.0 mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Kita tampak hanya fokus pada kemunculan para pebisnis pemula atau startup tapi tetap berharap output-nya akan diserap oleh pasar manusia yang terancam. Teknologi 4.0 hanya memberi petunjuk adaptasi bukan solusi.Â
Tidak jauh berbeda saat kita mengganti mobil manual dengan gigi otomatis. Bahkan pabrik cerdas dalam 4.0 akan berupaya mereduksi manusia sesuai watak aslinya: komputerisasi.
Antisipasi terhadap ancaman kiamat digital dengan algoritma big data adalah pekerjaan rumah terbesar kita, di samping tetap harus membereskan persoalan kekinian bangsa yang ditangani secara banal, kebisingan demokrasi, korupsi yang kultural dan sistematis, gelembung ekonomi, bonus demografi, dan merosotnya dialektika esensial sebagai anak bangsa, akibat defisitnya literasi. ~MNT