Mohon tunggu...
Muhammad Natsir Tahar
Muhammad Natsir Tahar Mohon Tunggu... Penulis - Writerpreneur Indonesia

Muhammad Natsir Tahar| Writerpreneur| pembaca filsafat dan futurisme| Batam, Indonesia| Postgraduate Diploma in Business Management at Kingston International College, Singapore| International Certificates Achievements: English for Academic Study, Coventry University (UK)| Digital Skills: Artificial Intelligence, Accenture (UK)| Arts and Technology Teach-Out, University of Michigan (USA)| Leading Culturally Diverse Teams in The Workplace, Deakin University and Deakin Business Course (Australia)| Introduction to Business Management, King's College London (UK)| Motivation and Engagement in an Uncertain World, Coventry University (UK)| Stakeholder and Engagement Strategy, Philantrhopy University and Sustainably Knowledge Group (USA)| Pathway to Property: Starting Your Career in Real Estate, University of Reading and Henley Business School (UK)| Communication and Interpersonal Skills at Work, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Leading Strategic Innovation, Deakin University (Australia) and Coventry University (UK)| Entrepreneurship: From Business Idea to Action, King's College London (UK)| Study UK: Prepare to Study and Live in the UK, British Council (UK)| Leading Change Through Policymaking, British Council (UK)| Big Data Analytics, Griffith University (Australia)| What Make an Effective Presentation?, Coventry University (UK)| The Psychology of Personality, Monash University (Australia)| Create a Professional Online Presence, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Collaborative Working in a Remote Team, University of Leeds and Institute of Coding (UK)| Create a Social Media Marketing Campaign University of Leeds (UK)| Presenting Your Work with Impact, University of Leeds (UK)| Digital Skills: Embracing Digital, Technology King's College London (UK), etc.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Superman Sontoloyo

27 Oktober 2018   09:52 Diperbarui: 27 Oktober 2018   18:46 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: cdnb.artstation.com

Belum kau dengar sampai kini, orang gila yang pada suatu pagi nan cerah menyalakan lentera, lalu memasuki pasar dan menjerit berulang-ulang, Aku mencari Tuhan! Aku mencari Tuhan!-Lantaran yang berdiri di sekitarnya pada saat itu orang-orang yang tidak mempercayai Tuhan, orang gila itu hiburan segar.

Apakah Tuhan hilang? kata salah satunya. Ataukah Ia menyembunyikan diri? Takutkah Ia kepada kita? Naik kapalkah Ia? Pindah ke negeri lainkah Ia? Demikianlah mereka bersorak tertawa-tawa.

Namun orang gila itu menusuk mereka dengan lirikannya: Ke mana gerangan Tuhan pergi.  Ia berseru; Akan kuberi tahu kalian. Kita telah membunuh Dia-kalian dan aku! Kita semua pembunuh Dia. Tapi bagaimana kita menuntaskannya?

Bagaimana kita bisa mengosongkan laut? Siapa yang memberi kita spons untuk menyapu semesta-cakrawala? Apa yang kita lakukan bila kita lepaskan bumi ini dari mataharinya? Ke mana bumi kini berjalan? Ke mana kita sendiri menuju?

Ini tadi adalah penggalan esai Friedrich Nietzsche (1844-1900) yang menuntut transvaluasi nilai terhadap cara pemikiran lapuk yang membelenggu manusia. Sebagai bapak post-modernis, Nietzsche sudah menyangka kalau upaya penerobosan moral-nya, tidak mudah dimengerti dengan cepat. Ia pun tak butuh pengakuan lekas, sebanding dengan hipotesisnya, butuh waktu 200 tahun setelah ia meninggal, barulah metafora-metaforanya dapat dipahami.

Penggalan esai Nietzsche soal Orang Gila itu adalah bagian terpisah dari tulisan ini. Cukuplah ia menjadi bahan kontemplasi bagi kita semua, apakah kita telah ikut membunuh tuhan dalam diri kita?

Nietzsche tidak bisa ditelan bulat-bulat, bila kita tidak siap dengan narasi besar yang ingin dibangunnya. Alih-alih tercerahkan, manusia malah terseret kepada agnostik dangkal yang sekonyong-konyong melompat menjadi ateis. Apalagi Nietzsche tidak tunggal, tulisannya baru diterbitkan setelah mati, ada kemungkinan ide-ide liar diselipkan ke dalamnya.

Para ahli mendeteksi adanya penyimpangan ide-ide Nietzsche sedemikian rupa sehingga Hitler mampu menggunakan gagasan-gagasan yang kelihatannya seperti ide-ide Nietzsche sebagai dukungan filosofis bagi rezim politik rasisnya sendiri.

Penggalan-penggalan Nietzsche sebagai filsuf paling menggairahkan pasca-modern ini, menghasilkan efek kejut kepada kita yang lena oleh kedataran pikiran. Pikiran menjadi seukuran selokan kecil dibanding samudera luas yang bisa ia adakan. Seolah Nietzsche, saya ingin bertanya, sudah sejauh mana kita menghina pikiran kita sendiri, dengan hanya menaruhnya di selokan sempit yang mungkin sedang tersekat, lalu membiarkan sembarang orang menuntunnya.

Di antara kesakitan yang mendera tubuhnya, Nietzsche menciptakan Superman. Ini jelas berbeda dengan manusia super pembela kepentingan Amerika, musuh Lex Luthor dengan celana dalam di luar dan terbang secepat peluru itu. Meskipun pahlawan Kripton yang ke sana kemari dengan secarik sayap merah itu diciptakan tak lama setelah kepergian Nietzsche.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun