Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasar Rakyat Tak Akan Pernah Mati

24 Januari 2017   02:14 Diperbarui: 24 Januari 2017   02:37 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Serbuan toko-toko waralaba sampai masuk ke kota kecamatan, seakan begitu mengkhawatirkan. Semakin menakutkan, manakala mall-mall berdiri megah di tengah dan sudut kota. Hadirnya dua kekuatan pasar dengan dukungan investasi besar-besaran ini, dianggap sebagai hantu di tengah siang hari bolong. Benarkah sungguh-sungguh akan mengancam kehidupan pasar rakyat?

Jawabannya tentu saja tidak. Sebab kehadiran pasar rakyat bukanlah semata-mata sebagai tempat transaksi ekonomi dan tumbuh suburnya individualisme dan gaya hidup glamor, seperti yang ditawarkan toko waralaba dan mall-mall atau pusat perbelanjaan. Pasar rakyat merupakan sebuah sistem ekonomi yang memiliki dimensi budaya dan keadaban dalam kehidupan masyarakat.

Transaksi ekonomi yang terjadi dalam pasar rakyat merupakan mekanisme kebudayaan dalam memelihara kohesi sosial. Tawar menawar yang bisa dilakukan secara bebas dan saling menghargai antara pembeli dan penjual merupakan perwujudan dari sebuah seni dialog yang luar biasa. Sebab, tak hanya soal seberapa harga yang kemudian menjadi saling ikhlas melepas dan membayar dagangan, melainkan terjadi sebuah pertukaran informasi di antara keduanya. Ada kehangatan sosial yang terbangun di antara pedagang dan pembeli, cerita-cerita tentang asal usul baran, dan juga situasi mengenai perkembangan barang dagangan itu sendiri.

Dalam perjumpaan  orang-orang dari berbagai desa di pasar rakyat, juga menjadi sebuah mekanisme pertukaran kabar antar desa atau kampung mengenai orang-orang yang sukses, orang-orang yang sakit, dan bahkan orang-orang yang meninggal dunia. Tak jarang berita kematian dan rencana kunjungan ke rumah duka secara berkelompok dilakukan di tengah-tengah pasar rakyat diiringi pikuk suara saling tawar menawar. Berita-berita pengajian atau peribadatan khusus, tak terkecuali, juga tersebar dalam perjumpaan di pasar rakyat. Situasi keamanan, pencurian, kejahatan dan pembunuhan menjadi sebagian informasi yang dikabarkan di pasar rakyat.

Gambaran-gambaran sederhana ini, sangat jarang sekali bisa ditemukan dalam perjumpaan-perjumpaan di toko waralaba dan pusat-pusat perbelanjaan dalam bangunan-bangunan kokoh dan megah. Di antara etalase barang-barang dagangan dengan harga-harga mati yang tak bisa ditawar-tawar. Ketiadaan situasi budaya dan keadaban dalam pasar modern itu berakar pada kunjungan orang-orang semata-mata bertujuan untuk transaksi ekonomi. Di sana tak ada dimensi budaya, tak ada dimensi silaturahmi seperti yang ditawarkan dalam pasar rakyat.

Dalam pemahaman seperti inilah, pasar rakyat diyakini tak akan menemui kematian. Sebab situasinya yang berbeda, latar belakang yang tak sama, dan karenanya tak sebanding sama sekali menghadapkan pasar rakyat dengan pasar modern. Sebab pasar rakyat memiliki posisi yang jauh lebih tinggi bagi kehidupan sosial dan budaya, dalam konteks relasi sosial rakyat.

Maka gagasan pencanangan Hari Pasar Rakyat Nasional bukan berada dalam posisi agar pasar rakyat tetap mampu bertahan dalam serbuan pasar modern. Melainkan sebagai sebuah penanda yang mampu membangunkan kesadaran masyarakat umum sehingga mereka tak terjerumus lebih jauh dalam gaya hidup dan individualisme yang sama sekali tak sesuai dengan budaya di negeri ini. Dengan demikian Hari Pasar Rakyat Nasional akan memiliki makna bagi pembangunan peradaban nasional dan membangun budaya ekonomi yang tak semata-mata berbicara mengenai keuntungan finansial, tetapi juga berbicara mengenai penguatan ikatan persaudaraan, yang terbangun antar warga dalam sebuah desa dan warga masyarakat antar desa.

Selain itu, pasar rakyat akan mampu memberdayakan tak hanya para pedagang, melainkan juga para petani kecil di desa-desa yang menghasilkan hasil-hasil bumi, sayur-sayuran dan buah-buahan segar, serta hasil kerajinan masyarakat menengah ke bawah. Pada konteks kesadaran budaya seperti inilah Hari Pasar Rakyat Nasional menemukan titik pentingnya untuk diperjuangkan.***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun