Menyiapkan Dana Pensiun
Muhammad Julijanto
Alhamdulillah tanpa terasa hari hari ini berlalu dengan cepat, aktivitas yang dilakukan dari bangun pagi berjibaku dengan kreativitas memaknai kehidupan dengan segudang agenda yang tidak pernah luput dari berkah torehan pena, mengawal pergantian siang dan malam dengan untaian kata susunan kalimat dan deretan angka.
Angka miliaran, jutaan, ratusan ribu, puluhan ribu, ribuan, ratusan hingga satuan terus mengisi buku buku laporan keuangan untuk memantau pengeluaran dari proyek-proyek yang sedang dilakukan.
Rasa jenuh berkecamuk ketika pekerjaan yang monoton dihadapi. Namun karena kewajiban dan tugas panggilan jiwa sesulit apapun medan lapangan serta kondisi yang ada menjadi tantangan tersendiri. Mampukah dari sini mematahkan ego dan meredam nafsu untuk menghindari dari tugas.
Benar juga kata pepatah menunggu adalah pekerjaan yang menjenuhkan, tapi karena insentifnya lebih besar, maka kecenderungan menyemburkan harapan, bahwa setelah tahapan pekerjaan selesai dapat dilalui, maka penghargaan reward akan segera diperoleh.
Motivasi dedikasi pengorbanan apapun bentuknya akan ada pengembalian, baik yang langsung maupun tidak langsung materi atau spiritual immateriil yang didapat.
30 tahun sudah terik matahari menyinari kulitnya selama bertugas di lapangan. Perawakan tinggi besar dan gendut adalah postur ayah yang kini memasuki masa pensiun. Waktu yang dia tunggu tunggu kedatangannya telah sampai separuh waktunya telah dihabiskan bergelut dengan tugas dan pekerjaan, kalau sudah berjalan proyek membutuhkan waktu sementara tenaga yang tidak mencukupi karena pekerjaan yang satu dengan yang lain dibatasi target waktu yang tepat kelebihan waktu menyebabkan terkena pinalti dan harus membayar kerugian kepada kas negara.
Sekarang bisa menghela nafas panjang. Hari-hari panjang bersama anak dan cucu, setiap bulan bersama istrinya keliling bersilaturahmi kepada sanak saudara, anak cucunya sebagai keluarga yang berhasil dengan keluarga berencana dikaruniai dengan lima orang anak perempuan. Kini lima orang anak perempuan itu kelimanya anak perempuannya sering disebut Pendawi sudah berumah tangga semuanya.
Satu per satu keluarga Pendawi telah melahirkan cucu cucu, baik cucu laki-laki dan perempuan. Planning keluarga telah dijalankan dengan sempurna, hidup laksana air mengalir terus dan memberikan manfaat bagi kehidupan. Silih berganti masalah dan problematika yang dihadapi. Ketabahan dan ketekunan telah mengantarkan puncak prestasi dalam perjalanan hidup.
Dari awal membangun rumah tangga keluarga muda tertatih-tatih, karena dengan pendapatan kecil menuntut manajemen keuangan yang lebih hemat dan cermat. Mereka harus dapat memprioritaskan kebutuhan mana yang akan dipenuhi terlebih dahulu. Dengan kecermatan pengelolaan keuangan sepanjang hidupnya.
Belum pernah terlintas dalam benak pikirannya untuk sekedar meminjam uang dari orang lain atau lembaga keuangan perbankan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Justru sebaliknya ketika ada rezeki tidak ragu untuk membuka tangan dan mengucurkan bantuan kepada sanak saudara yang membutuhkan.
Bahkan ada teman dan sanak saudara yang hingga purna tugas belum bisa mengembalikan pinjaman kepadanya beliau pun, tetap sabar menunggu sampai mereka mampu untuk mengembalikan hutang yang menjadi tanggungannya. Sungguh perencanaan keuangan yang baik dalam rumah tangga yang saat ini ini di musim pandemi orang yang kesulitan keuangan bahkan dalam bidang ekonomi makro terjadi.Resesi ekonomi yang menyebabkan pendapatan setiap keluarga mengalami kekurangan.
Perilaku sosial tersebut telah membuktikan ayat-ayat suci bahwa apabila kalian membantu meringankan beban sanak saudaranya yang sesak dadanya akan mendapatkan kemudahan dalam kehidupan.
Kadang kita melihat kesuksesan seseorang dari sisi material. Urip iku wang sinawang begitu kata mutiara Jawa yang artinya hidup itu hanya lihat melihat, kita hanya dapat melihat kesuksesan seseorang secara kasat mata. Sebaiknya kita juga hanya bisa melihat orang-orang yang tak berdaya dengan realitas. Akal pikirannya terpasung hanya untuk memenuhi hajat hidupnya yang mendasar yaitu sekedar bertahan hidup.
Dalam realitas kemiskinan amat dekat dengan kekufuran. Seakan kemiskinan adalah takdir yang didapat. Ikhtiar yang dia lakukan tidak menunjukkan tanda-tanda kebangkitan dari keterpurukan karena hidupnya mengandalkan belas kasih dan uluran tangan dari orang lain, tanpa sedikitpun menggunakan kreativitas akal pikirannya untuk bisa berdikari secara ekonomi.
Akal pikiran merupakan anugerah Ilahi tanpa pernah diberdayakan digunakan untuk membandingkan dengan apa idealnya dengan kenyataan. Padahal manusia seharusnya bekerja untuk menopang hidupnya, maka dalam falsafah Jawa ada pepatah yang berbunyi "obah mamah", Artinya selama manusia itu mau bergerak untuk melakukan aktivitas, maka dia akan mendapatkan makanan dan lain-lain untuk modal kehidupan selanjutnya.
Sebelum memasuki masa pensiun sudah seharusnya. Setiap orang sudah melakukan financial planning. Bagaimana mengelola keuangan dan menyiapkan sumber daya, agar di masa tua masih bisa eksis mengembangkan kreativitasnya. Masih mampu menghasilkan income sekalipun pasif income. Bila memilih instrumen investasi juga harus hati-hati dan secermat mungkin. Agar tidak terbebani secara pekerjaan dan lebih memberikan perlindungan di masa tua dengan proteksi keuangan yang aman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI