Mohon tunggu...
Mita Cornila
Mita Cornila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis (Bukan keahlian, hanya nama pekerjaan)

Bukan orang kreatif, tapi maksa terjun di dunia kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hiduplah seperti Menari, Sebuah Seni Menikmati Hidup

3 September 2023   21:36 Diperbarui: 3 September 2023   21:38 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah seni menikmati hidup (Foto oleh Alexandro David dari Pexels.com)

"Hidup itu layaknya mendaki sebuah gunung. Perlu perjuangan untuk meraih puncaknya."

Siapa yang tidak asing dengan kata-kata itu?  Yah, kata-kata itu mungkin sudah tidak asing di telinga kita, termasuk saya pribadi.

Mengapa hidup itu dikatakan seperti mendaki sebuah gunung? Apa filosofinya?

Seperti yang kita tahu, bahkan yang belum pernah mendaki gunung, pasti tahu bahwa dalam pendakian, kita tentu akan dihadapkan berbagai rintangan, dari dinginnya kabut, setapak yang terjal, gelap, kesunyian dan belum lagi ketika cuaca buruk menyerang dan tentang segala tantangan yang menyerang mental dan fisik kita.

Tetapi hal itu akan dibayar tuntas oleh pemandangan yang didapat ketika sampai di puncak gunung. Keindahan matahari terbit, samudera awan, bintang yang bertaburan di malam hari, kebersamaan dan kekeluargaan.


Kurang lebih begitulah penggambaran tentang hidup bahwa hidup ini berat, berat sekali. Tetapi, pasti juga akan ada momen di mana segala jerih payah kita akan terbayar saat tujuan dan impian kita tercapai.

Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan lika-liku, tantangan dan kejutan. Bagaimana kita menghadapi dan menikmati setiap momen dalam kehidupan ini sangat bergantung pada perspektif dan sikap kita terhadap kehidupan.

Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi konsep seni menikmati hidup, yang pada dasarnya mengajak kita untuk hidup dengan penuh kesadaran dan kebahagiaan, seperti menari melalui tiap langkah.

Seni menikmati hidup bukan hanya tentang mencapai tujuan atau mencapai keberhasilan, tetapi juga tentang cara kita menjalani perjalanan ini.

Hidup seperti mendaki gunung, sekali lagi.

Dari kata-kata itu, pernahkah kita berpikir, jika hidup layaknya mendaki gunung dan puncak menjadi tujuannya, maka bagaimana jika seseorang itu tidak dapat mencapai puncak? Karena mungkin ia mengalami suatu insiden. Apakah ia berarti kehilangan tujuan hidupnya?

Mungkin akan terlalu seram jika kita membayangkan hidup ini bagaikan mendaki gunung. Dan padahal apa yang kita pikirkan, apa yang kita persepsikan tentang kehidupan kita, maka seperti itulah kehidupan kita.

Hidup memang sulit, katanya.

Dan jangan jejali hidup kita dengan kata-kata yang justru semakin memperparahnya.

Maka, hiduplah seperti Menari. Maksudnya?

Ketika seorang penari sedang menari di atas panggung, maka lampu sorot yang terang benderang, akan menerangi penari itu. Tidak dengan para penontonnya.

Penari itu tentu tidak akan bisa melihat lingkungan sekitarnya. Ia hanya bisa melihat tempatnya saat ini. Seperti itulah hidup, hiduplah tanpa membawa masa lalu dan tanpa khawatir dengan masa yang akan datang.

Hiduplah dengan menikmati masa yang tengah dijalani. Hiduplah dengan sungguh-sungguh di saat ini.

Seorang penari pasti akan menikmati dan menghayati tariannya. Dan penonton, tanpa disuruh, turut merasa kebahagiaan melihatnya.

Hiduplah tentang diri kita, tentang kebahagiaan kita. Bukan hidup tentang mencukupi ekspektasi orang lain. Tetapi tetap, untuk tidak menyakiti orang lain.

Tapi, kalau hidup seperti menari apa tujuannya? Sementari menari, seakan-akan berdiam diri di tempat?

Hidup adalah serangkaian momen, yang dijalani seseorang yang seakan-akan sedang menari, saat ini juga. Dalam tarian, menari itu adalah tujuannya.

Ada mereka yang sedang menarikan tarian tulisan dan menjadi penulis.

Ada mereka yang sedang menarikan tarian biola dan ada yang tetap tinggal dan menjadi pemusik profesional.

Ada mereka yang sedang menarikan tarian pegawai kantoran dan tetap menjadi karyawan biasa atau bahkan ada yang diangkat menjadi manager.

Ketika kita mampu menarikan tarian saat ini dengan sungguh-sungguh, besar kemungkinan kita akan merasakan hidup yang lengkap dan hidup yang membahagiakan.

Dan perihal makna kehidupan, hanya kita sendirilah yang mampu menetapkannya.

Bagaimana caranya?

Yaitu dengan mengarahkan lampu sorot di sini pada saat ini, melakukan apa yang bisa kita lakukan saat ini dengan sungguh-sungguh dan tekun. Jangan melihat masa lalu dan jangan melihat masa depan.

Jalani kehidupan saat ini dengan utuh layaknya sebuah tarian. Tidak perlu bersaing dengan siapapun. Selama kita menarikannya, kita akan sampai di suatu tempat.

Ketika kita sungguh-sungguh menari pada saat ini, di sini hingga akhir, saat itulah makna kehidupan akan menjadi jelas bagi kita.

Jadi, pada intinya, kita harus fokus dalam menjalani masa kini, melakukan apa yang harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh untuk meraih apa yang menjadi tujuan kita. Karena pada dasarnya semua juga membutuhkan proses.***

Sumber bacaan: Buku "Berani Tidak Disukai" karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun