Mohon tunggu...
Jannu A. Bordineo
Jannu A. Bordineo Mohon Tunggu... Penulis - Pengarang

Jannu A. Bordineo, lahir di Gersik, sebuah kampung di Kabupaten Penajam Paser Utara yang sering disalah kira dengan salah satu kabupaten di Jawa. Lulusan teknik yang menggandrungi sastra. Mulai menulis cerita sejak ikut lomba mengarang cerpen sewaktu SD. Buku kesukaannya adalah Jiwa Pelaut karya Moerwanto. Temui dia di kedalaman hutan atau di keluasan lautan, karena dia pendamba ketenangan. http://www.lautankata.com/ fb.com/bordineo IG: @bordineo.id

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bab 2

15 Juni 2019   16:59 Diperbarui: 15 Juni 2019   16:59 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SAKTI SENDIRIAN meninggalkan desa. Setelah menemui dirinya, Indraja mengambil jalur lain, menghindari jalan desa. Selalu begitu. Indraja tidak pernah mau lewat di jalan desa bersama-sama. Indraja senantiasa beralasan mereka bukan teman main, dan akan menimbulkan kecurigaan bila mereka tiba-tiba menjadi akrab.

Bagi Sakti, alasan itu mengada-ada. Jika dirinya masih di tingkat awal, tentu alasan Indraja bisa diterima. Namun, sekarang dia berada di tingkat lanjut dan murid tingkat lanjut setidak-tidaknya mengenal murid lainnya, walau itu hanya sekadar tahu. Terlebih lagi, mereka sama-sama berguru pada Empu Gatta untuk mendalami bahasa dan ilmu tata praja. Wajar jika mereka saling mengenal dan berteman. Dan, siapa pula yang akan curiga melihat mereka berlari bersama melintasi desa? Telah menjadi kebiasaan murid-murid Perguruan Naga, berlari mengelilingi desa untuk meningkatkan kecepatan dan ketahanan tubuh.

Sakti sampai duluan di kebun desa. Tentu saja. Dia bisa leluasa berlari di jalan desa yang sepi di siang hari. Lebih mudah dan lebih cepat daripada menerobos semak belukar. Jika Indraja mau melintas bersama, dia tidak perlu menunggu.

Kadang Sakti berpikir memang Indraja yang aneh. Meski Indraja cukup terkenal di kalangan murid tingkat lanjut, dia tidak pernah melihat Indraja membaur dengan murid lainnya. Penyendiri, mungkin.

Panjang umur, Sakti membatin. Lalu, terdengar langkah kaki yang mendekat.

"Ayo!" ajak Indraja tanpa menghentikan langkah.

Sakti mengekor di belakang.

Mereka berlari cepat meninggalkan kebun desa, mengitari Gunung Naga, Gunung Besar, Gunung Kecil dan sampailah mereka di Hutan Besar.

Indraja langsung melompat ke puncak pepohonan. Sakti pun demikian. Sekarang mereka melintas cepat dengan menapak pada cabang-cabang tertinggi dan pucuk pepohonan. Rapatnya pepohonan memudahkan langkah mereka.

Baik Indraja maupun Sakti terlihat lincah berlompatan seperti bajing. Keduanya benar-benar menguasai medan yang dilalui. Di sini terlihat bahwa Sakti sudah mampu mengimbangi kecepatan dan kelincahan gerak Indraja. Gerakannya pun sudah selayaknya prajurit Naga Angin. Secepat angin, sesunyi bayangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun