Mohon tunggu...
miss kaskado
miss kaskado Mohon Tunggu... -

cerewet, rasa gatal kalo tra menyuarakan ide seperti rasa gatal kala kaskado

Selanjutnya

Tutup

Nature

Voluntourism Papua

13 Juni 2010   11:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sambil melihat tumpukan buku teks tentang isu Papua demi presentasi (dan yang akan disusul dengan esai) dalam mata kuliah “Indonesia: Politics, Society, and Development” dan tak lupa memandang beberapa gambar bertemakan Papua yang tersusun rapat dalam mozaik foto di lemari, aku tiba – tiba teringat tentang poster ajakan liburan di musim dingin mendatang. Bukan tempat ataupun tujuannya yang membuatku terpesona dan senang tetapi karena jenis kegiatan wisatanya. Poster itu berisikan ajakan berlibur sambil melakukan sesuatu bagi komunitas di tempat tujuan wisata. Sebuah jenis kegiatan yang sudah kutekuni dan kunikmati selama hampir 12 tahun terakhir ini, sesuatu bernama “Voluntourism”. Tentu saja hal ini sangat beda tipis dengan yang namanya “Volunteerism” karena bedanya ya di Voluntourism tetap ada unsur bersenang – senang.

Voluntourism bila dilihat dari pengertiannya a la Wikipedia sih sebagai sebuah perjalanan yang melibatkan kegiatan relawan demi sebuah kegiatan sosial dan amal. Pengertianku sih, jalan – jalan sambil melakukan sesuatu. Aku melihat akhir – akhir ini di brosur – brosur wisata yang ditawarkan, hal ini mulai merebak. Tapi tentu saja masih kalah jauh dengan ecotourism dan jenis jegiatan perjalanan lainnya. Tentu saja karena masih baru, masih ada beberapa kontroversi tentang kegiatan ini karena ditengarai kadang dapat membuat masalah baru di tempat tujuan ^___^, tapi dalam hal ini aku mau melihatnya sebagai sesuatu yang fun dan berguna.

Aku mungkin pemimpi tapi toh seperti mensintesa kata – katanya Nia Romantika, bahwa untuk urusan seperti ini “Pak Polisi dong tra akan tilang sa juga mo” jadi sa memutuskan untuk bermimpi seperti saat ini ^__^

Aku bermimpi, suatu hari nanti, entah tahun depan, entah 10 tahun lagi, entah 50 tahun lagi, di kotaku dan di tanah Papua, selain kegiatan bertema ecotourism yang dikembangkan, akan ada kegiatan voluntourism. Aku bermimpi para peserta kegiatan ini bukan hanya dari luar negeri tetapi juga berskala nasional dan juga lokal dari tanah Papua. Saat ini bila aku hendak menempatkannya dalam konsep a la Manokwari, bagiku sah – sah saja, toh aku anak Manokwari yang paham dan melihat bagaimana kotaku. Mungkin catatan ini kedengaran aneh, tapi aku percaya, dengan voluntourism, kota Manokwari akan baik – baik saja.

Mimpiku kali ini ingin kubagi dalam dua sektor; pendidikan dan lingkungan hidup. Mungkin kedengaran aneh, tapi toh, ini kan hanya sebuah upaya pendokumentasian mimpi dibanding hanya beterbangan di otakku yang penuh dengan sel – sel kelabu otak. Anggap saja sebuah mimpi. Masalah kapan dan bagaimana akan diwujudkan, itu urusan belakang bagiku, yang penting kuutarakan dulu. Pelaksanaannya itu tentu saja butuh sebuah proses yang namanya “kenyataan”.

Aku membayangkan dalam program voluntourism lingkungan hidup, aku akan membaginya dalam beberapa spot tempat objek yang akan didatangi. Aku akan mengajukan pasar Wosi dan pantainya, pantai pasir putih, Pantai pulau Lemon dan Pantai Mansinam, serta tentu saja areal Kali konto hingga pantai pasar Ikan dan tentu saja derah Jembatan Sahara hingga Fanindi Pantai dan daerah Belakang Borobudur – Borarsi. Aku membayangkan para peserta yang dibagi perkelompok dari 3 - 5 orang, akan dikenalkan tentang karakter tempat itu dan masyarakatnya, diberi pengarahan tentang hal – hal apa saja yang akan ditemui, resiko – resiko yang akan ditemui hingga hal – hal menarik apa saja yang akan ditemukan. Aku membayangkan para anak – anak dari daerah lain ataupun dari luar negeri akan menjerit terkejut melihat aktivitas babi – babi yang tak dikandangkan sibuk berjalan mondar – mandir di pasar Wosi ataupun terkaget – kaget melihat rumah – rumah berlabuh a la Borobudur di kelurahan Padarni itu. Aku juga membayangkan, para peserta bisa menikmati snorkelling di pantai kedua pulau Manokwari sambil tak lupa melakukan duck dive sambil mengangkat sampah plastik dan botol ataupun kaleng yang terhimpit di sela – sela karang dan mengumpulkannya di pinggiran pantai guna dievakuasi dengan perahu Johnson (longboat) milik pelaksana kegiatan. Usai itu, akan ada acara bakar – bakar ikan dan pesta kecil – kecilan di pinggir pantai. Tentu saja kegiatan ini bisa dikolaborasikan dengan peserta yang berniat memberikan kursus singkat bahasa Inggris ataupun membaca tulis bagi anak – anak kecil dan masyarakat pulau. Bagiku, acara 1 – 2 jam bicara dan berbagi apa yang mereka punya di daerah asal mereka, dapat menjadi sebuah proses belajar. Tentu saja semua kegiatan ini akan difasilitasi dan bekerjasama dengan pihak – pihak terkait, misalnya saja LSM atau pihak pemerintah terkait.

Aku membayangkan kegiatan bertemakan lingkungan hidup ini bukan hanya sekedar mengumpulkan sampah, tetapi juga peremajaan lingkungan. Misalnya saja di pinggiran kali dan daerah rawa, para peserta membantu penanaman misalnya saja pohon bakau. Selain itu juga tentu saja di akhir program, para peserta akan digiring ke sebuah bengkel daur ulang yang disiapkan pelaksana program. Di sana, para peserta diminta menciptakan sesuatu dari sampah – sampah dan beberapa elemen alam yang didapatkan selama proses di lapangan dan tentu saja akan diberikan hadiah sebuah kenang – kenangan bertema Manokwari.

Aku membayangkan kala para peserta diajak meniti jembatan – jembatan kayu di belakang Borobudur ataupun Kelapa Lima, diajak melihat bagaimana komunitas hidup, kondisi pantai, melihat kehidupan dari kacamata yang lain. Aku membayangkan para peserta yang terbiasa dengan kenyamanan, khususnya para remaja dari kota besar, terpapar dengan rumah – rumah yang rapat dan jalan – jalan kecil dan daerah slum perkotaan misalnya saja daerah belakang Berdikari, Arkuki, Wirsi dan kelurahan Padarni.

Aku percaya bila banyak orang yang mau menyumbangkan walau 1 – 2 jam saja dari kegiatan kunjungan mereka, tentu sangat berkontribusi bagi masyarakat. Tentu saja paket ini tak melupakan aspek bersenang – senang dari kunjungan di Manokwari. Toh Manokwari dalam hal lingkungan banyak punya tempat wisata yang bagiku, trada yang blok ^__^. Malah aku punya ide tentang salah satu bentuk petualangan di voluntourims sektor lingkungan adalah menjelajahi kali. Terserah mulai dari yang arah Jembatan Sahara naik ke arah Kali Fanindi ataupun yang dari Belakang toko Bandang hingga ke kepala air di daerah Fanindi yang tembus ke Manggoapi ataukah kali – kali kecil lainnya. Tentu saja program – program ini untuk menantang para peserta yang bersedia keluar dari zona nyaman mereka ^__^

Dalam hal pendidikan, aku bermimpi kegiatan ini dikolaborasikan dengan LSM pendidikan ataupun sanggar – sanggar baca. Kalau pesertanya dari luar negeri dan berbahasa Inggris, maka aku bermimpi, mereka akan dilibatkan dalam kegiatan dimana mereka dilibatkan sebagai tamu penutur asli dan tentu saja aku inginnya kegiatan ini bisa berupa acara field trip di lapangan, misalnya saja ke lapangan bola terdekat dan mengajak penutur asli mengidentifikasikan benda – benda di sekeliling tempat itu. Tentu saja dengan cara yang menyenangkan dan semoga acaranya akan diakhiri dengan bermain bola ^___^ Bila mereka dari Indonesia ataupun daerah di Tanah Papua, maka akan dilibatkan dalam acara membaca cerita dan bila mereka berminat, akan dilibatkan dalam pembuatan skid alias drama singkat bersama anak – anak.

Aku juga bermimpi, acara jalan – jalan ini akan diisi dengan kunjungan ke industri rumahan yang ada di Manokwari, tentu saja pelaksana program telah membayar royalty bagi industri ini untuk mengijinkan kami mengintip kerja mereka. Aku bahkan sudah memasukan beberapa industri yang aku tahu, misalnya saja pabrik tahu – tempe di wosi, kerajinan Kerang khas a la Manokwari di daerah Kota dan juga beberapa sanggar seni. Selain itu, aku bermimpi, para peserta tak lupa akan dikenalkan dengan cara belanja a la Manokwari, bagaimana menyusuri pasar Sanggeng, Wosi dan pasar ikan. Bahkan aku punya ide gila, bahwa kami akan menyewa dan memberi kompensasi kepada beberapa mama – mama penjual sayur di pasar Sanggeng bila sore hari, kala keramaian memadati pasar dan menantang peserta untuk duduk berjualan a la mama – mama. Tantangan 30 menit – 1 jam itu bagiku pasti akan dilakukan oleh peserta – peserta yang berani.

Aku bermimpi bahwa kedua sektor pendidikan dan lingkungan tak berdiri sebagai hal yang terpisahkan tetapi saling berkolaborasi. Aku bermimpi bahwa tiap habis kegiatan, maka para peserta akan berkontribusi dalam penanaman pohon, baik pohon tahunan maupun pohon jangka pendek seperti pepaya dan lain – lain.

Tentu saja tak menutup kemungkinan bahwa di akhir program, akan ada peserta yang tertarik untuk ikutmenyumbang dalam program sosial yang diprakarsai usaha perjalanan wisata yang mengusung program, Voluntourism “1 pensil dan 1 buku” dan “Bantu-cetak-buku” alias menyumbangkan peralatan tulis menulis bagi murid – murid SD tak mampu yang masuk dalam program sosial serta membantu seharga 1 cartridge tinta pencetak buku cetak gratis e-book dari Depdiknas ataupun program “Sapu-kaos-kaki” untuk menyumbang seharga 1 kaos kaki sekolah.

Sepertinya kelas mimpiku hari ini harus kututup. Tapi aku percaya, suatu hari nanti, entah 5, 10 ataupun 50 tahun lagi, aku percaya akan ada Voluntourism di Manokwari dan Tanah Papua.

Anggap saja aku pemimpi!!!

(Campbell, 14 April 2010; kala sedang berusaha mengapung dan tak tenggelam di lautan tugas)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun