Ormas bisa menjadi mitra distribusi dan pengawasan: mereka dapat mengelola dapur lokal, menjangkau sekolah di wilayah basis mereka, dan memberi laporan ke wilayah pusat.
Ormas memperoleh legitimasi baru: bukan sekadar lembaga sosial politik, melainkan agen nyata kemanusiaan dan kejujuran.
Ormas bisa menjadi jembatan antara industri pemberi CSR dan penerima manfaat --- membantu menyalurkan CSR agar tepat sasaran.
Dengan demikian, ormas tidak lagi "mengharapkan" dana negara, melainkan ikut berkontribusi menggunakan jaringan dan ide.
Hitungan Penghematan
Jika semua biaya Makan Bergizi Gratis (MBG) ditanggung negara, dengan 80 juta siswa Rp15.000 per porsi 200 hari, maka totalnya sekitar Rp240 triliun per tahun.
Namun, bila dibagi beban: CSR perusahaan & BUMN: 20% (Rp48 triliun); Â Koperasi & UMKM: 10% (Rp24 triliun); Â dan Ormas & filantropi: 10% (Rp24 triliun), maka APBN hanya perlu menutup sisanya, yaitu Rp144 triliun. Artinya, ada penghematan Rp96 triliun.
Jika kontribusi multipihak ditingkatkan, misalnya CSR 25% dan ormas 15%, maka APBN hanya menanggung Rp120 triliun. Itu berarti hemat 50% dari beban awal. Pihak swasta dan ormas mungkin lebih jago dalam berkreasi sumber pendanaan.Â
Ini menunjukkan bahwa MBG tidak harus dibayangkan sebagai program yang menguras keuangan negara. Justru dengan melibatkan dunia usaha, koperasi, UMKM, dan ormas, biaya bisa terbagi secara adil, manfaat ekonomi lokal bergerak, dan negara tetap berperan sebagai pengatur serta pengawas. Hasilnya, MBG bisa berjalan berkelanjutan sekaligus mendorong kejujuran sosial, gotong royong, dan kemandirian bangsa.
Manfaat GandaÂ
Jika MBG dijalankan sesuai kerangka ini, maka pakan memberi banyak manfaat sekaligus: anak-anak memperoleh gizi sehingga potensi stunting dan malnutrisi menurun, sementara UMKM dan koperasi lokal bergerak sehingga ekonomi akar rumput tumbuh dan lapangan kerja tercipta. Perusahaan dan BUMN mendapatkan citra CSR yang nyata, bukan sekadar pencitraan, sedangkan ormas tumbuh sebagai aktor pembangunan yang dekat dengan masyarakat dan berlatih integritas dalam praktik. Negara pun tetap berperan sebagai pengatur dan pengawas tanpa harus menanggung beban penuh, sehingga fiskal tidak tercekik oleh tanggung jawab tunggal. .