Banyak orang masih mikir kalau ngontrak rumah itu cuma fase sementara. Sementara belum sukses.Â
Sementara belum stabil. Pokoknya, ngontrak sering dianggap sebagai "masa transisi" sebelum akhirnya punya rumah sendiri. Tapi kenyataannya, enggak semua orang ngontrak karena terpaksa.Â
Ada yang memang memilih untuk ngontrak karena alasan yang masuk akal. Sayangnya, pilihan ini masih sering dipandang rendah.
Di Indonesia, rumah bukan cuma tempat tinggal. Rumah sering dijadikan simbol kesuksesan.Â
Kalau udah punya rumah sendiri, berarti udah mapan. Tapi kalau masih ngontrak, ya berarti belum "jadi orang". Padahal hidup nggak bisa disamaratakan seperti itu.
Hidup Ngontrak Itu Nggak Salah
Coba bayangin, ada keluarga yang ngontrak karena sadar belum siap ambil cicilan panjang.Â
Ada juga yang pengin fleksibel, biar gampang pindah kalau kerjaan atau sekolah anak butuh. Bahkan ada yang uangnya lebih diprioritaskan buat hal lain kayak pendidikan, kesehatan, atau nabung.
Tapi apa yang terjadi? Pilihan mereka sering dihakimi. Orang-orang bilang, "Kapan beli rumah?", "Kok gaji segitu masih ngontrak?", "Masa anak udah sekolah tapi masih ngekos?"
Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin kelihatannya sepele, tapi buat yang ditanya, itu bisa jadi tekanan mental. Seolah-olah hidup mereka salah, padahal mereka cuma lagi menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
Label "Cuma Ngontrak" Itu Berat
Begitu tinggal di rumah kontrakan, orang sering langsung dikasih label: belum sukses, belum mapan, warga sementara. Dan parahnya, label itu enggak cuma jadi omongan. Ia berubah jadi perlakuan nyata.