Nama: Mirza Faaizatul Hilmi
NIM: 413241131
Dosen Pembimbing: Alifatus Wahyu Nur Ma'arifah, S. Tr.Kes., M.T
Dalam ilmu kedokteran terdapat prosedur kedokteran nuklir yaitu memanfaatkan zat radioaktif berupa radiofarmaka untuk mendiagnosis, mengevaluasi, dan mengobati penyakit. Pemberian zat radioaktif dilakukan dengan disuntikkan, dihirup atau diminumkan kepada pasien. Kemudian dideteksi dengan kamera khusus untuk memvisualisasikan struktur organ, fungsi organ, hingga jaringan yang akan dianalisis. Pada Kedokteran Nuklir terdapat beberapa alat pemeriksaaan seperti PET Scan (Positron Emission Tomography) yang biasa digunakan untuk mendeteksi kanker, penyakit saraf, atau penyakit jantung. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) untuk memeriksa aliran darah dari jantung atau otak.Â
Pada kedokteran nuklir sumber radiasi yang digunakan adalah zat radioaktif. Dimana zat radioaktif adalah zat yang terdiri dari atom radioaktif yang mengikat molekul. Molekul tersebut yang digunakan untuk pemeriksaan juga bervariasi. Beberapa pemeriksaan menggunakan protein atau gula tertentu dalam tubuh manusia untuk berinteraksi dengan molekul. Karena bahaya zat radioaktif jika digunakan sembarangan dapat merusak sel dan jaringan tubuh, meningkatkan risiko kanker, hingga kematian. Maka, badan regulasi pengawasan tenaga nuklir dan lainnya merancang peraturan proteksi keselamatan dalam kedokteran nuklir. Peraturan ini dibuat untuk mencegah terjadinya bahaya kebocoran zat radioaktif yang digunakan.
Terdapat 3 prinsip utama yang didasarkan dalam proteksi radiasi. Yakni, prinsip justifikasi, optimisasi dan limitasi yang merefleksikan pada prinsip ALARA. Proteksi radiasi yang digunakan memiliki tujuan menjaga pasien, tenaga kesehatan serta masyarakat dari paparan radiasi yang berlebihan. Upaya mengoptimalkan proteksi radiasi ini memerlukan kesiapan yang baik. Mulai dari desain ruangan yang aman, penggunaan peralatan yang tepat, pelatihan tenaga kesehatan yang sudah terlatih, dan juga memantau dosis yang diterima oleh pasien serta memastikan pengelolaan limbah radiasi dengan benar. BAPETEN sebagai badan pengawasan tenaga nuklir yang bertugas dalam pengawasan mulai dari perizinan, peraturan hingga inspeksi pada segala pemanfaatan tenaga nuklir. Hal ini juga berlaku pada proteksi radiasi yang digunakan pada instalasi tenaga nuklir.
Menurut peraturan BAPETEN no. 5 tahun 2020, prinsip justifikasi dalam proteksi radiasi menekankan bahwa menggunakan zat radioaktif harus memberikan manfaat klinis yang signifikan bagi pasien, daripada risiko paparan radiasi dibandingkan dengan potensi risiko yang ditimbulkan akibat paparan radiasi. Justifikasi ini mengacu pada jenis paparan yang ditimbulkan. Hal ini melibatkan evaluasi menyeluruh terhadap jenis paparan. Yakni, paparan normal dan paparan potensial (BAPETEN, 2020).Â
Prinsip limitasi pada peraturan BAPETEN No.4 tahun 2013 tentang proteksi dan keselamatan radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menetapkan bahwasanya, nilai batas dosis yang diberikan adalah batas dosis yang dalam waktu tertentu tidak menimbulkan efek genetik dan somatik akibat pemanfaatan tenaga nuklir (BAPETEN, 2013). Optimisasi BAPETEN menetapkan nilai tingkat panduan diagnostic Indonesia dengan Prinsip dasar ALARA digunakan sebagai fondasi utama dalam proteksi radiasi di kedokteran nuklir. Prinsip ini menerapkan 3 strategi utama, yaitu waktu, jarak, pelindung. Contohnya seorang tenaga kesehatan yang menyuntikkan FDG (fluorodeoxyglucose) pada pemeriksaan menggunakan PET-Scan harus menyelesaikan prosedur dalam waktu kurang dari 5 menit untuk mengurangi paparan. Untuk mendukung prinsip tersebut, desain ruangan perlu dibuat sesuai standar yang telah ditetapkan. Desain tata letak ruangan instalasi kedokteran nuklir (Gambar 1) mengoptimalkan jarak antara antar ruang pemeriksaan, ruang tunggu pasien, dan area penyimpanan radiofarmaka. Layout ini, sesuai dengan rekomendasi IAEA (2006) Seperti pada gambar yang ada di bawah ini, dimana ruang tunggu dan ruang pemeriksaan berjarak jauh dari ruang tunggu pasien.
Desain tersebut dibuat secara efektif dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk pemosisian pasien dan kenyamanan pasien. Dan digunakan untuk mengurangi artefak akibat Gerakan. Ruang penyimpanan radiofarmaka harus terpisah dengan area pemeriksaan dan adanya alat bantu untuk memudahkan seperti remote injectors untuk menghindari kontak langsung pada saat pemeriksaan. Pelindung yang digunakan juga harus terbuat dari material tertentu yang dapat memblokir sumber radiasi yang menyerap pada bagian yang tidak termasuk dalam pemeriksaan. Pelindung yang digunakan bisa terbuat dari apron timbal (0,5mm Pb) atau thyroid collar. Pada dinding ruangan harus dilapisi dengan timbal untuk mencegah kebocoran.
Referensi: