Mohon tunggu...
Mirabina L. Azzahra
Mirabina L. Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN (Yogyakarta) 24107030100

Gadis yang menyukai jalan-jalan, kuliner, fotografi dan Pop-punk

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Arus Balik Jogja 2025: Setelah Pelukan, Kini Perjalanan Menanti

9 April 2025   01:46 Diperbarui: 9 April 2025   08:22 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Macet Arus Balik di Yogyakarta (Sumber: Potret Pribadi)

Lebaran 2025 baru saja lewat, tapi suasana hangatnya masih terasa sampai sekarang. Kota Jogja, yang biasanya adem dan tenang, sempat berubah jadi kota penuh keramaian, suara tawa, dan pelukan keluarga. Setiap gang, warung makan, dan sudut kota seakan hidup lagi karena kedatangan para pemudik. Tapi seperti biasa, momen kebersamaan itu selalu datang bersama sesuatu yang nggak bisa dihindari: perpisahan.

Beberapa hari setelah Hari Raya, Jogja mulai terasa berbeda. Jalanan yang sempat dipadati kendaraan luar kota mulai lengang lagi. Terminal dan stasiun justru semakin penuh, tapi bukan karena orang datang---melainkan karena mereka harus kembali ke tempat masing-masing. Arus balik, seperti biasa, jadi fase yang penuh rasa. Di satu sisi, ada energi baru dari libur panjang, tapi di sisi lain, ada perasaan berat meninggalkan rumah, keluarga, dan suasana yang jarang bisa ditemui di kota rantau.

Beberapa waktu lalu, sempat mampir ke Stasiun Tugu. Suasananya padat, tapi bukan sekadar ramai. Banyak yang duduk di kursi tunggu dengan raut wajah yang campur aduk---antara siap kembali, dan belum rela beranjak. Ada yang peluk orang tuanya erat sekali sebelum masuk ke peron. Ada juga yang berdiri di pojokan sambil menatap tiket, mungkin sambil membayangkan meja makan rumah yang sebentar lagi ditinggal. Pemandangan seperti itu sudah jadi langganan tiap tahun, tapi tetap saja terasa menyentuh.

Menurut data dari PT KAI Daop 6 Yogyakarta, pada puncak arus balik tanggal 6 April 2025 lalu, tercatat sebanyak 28.875 penumpang berangkat dari stasiun wilayah DIY. Dalam keseluruhan masa arus balik, jumlah penumpang mencapai lebih dari 336 ribu orang. Angka yang luar biasa besar, tapi setiap satu penumpang itu pasti membawa kisahnya masing-masing.

Bandara YIA di Kulon Progo juga nggak kalah padat. Suasananya lebih rapi dan tenang dibanding stasiun, tapi tetap penuh rasa. Di hari yang sama, jumlah penumpang di bandara tersebut mencapai 17.937 orang, dengan total 107 penerbangan. Kebanyakan menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, sampai Balikpapan. Di ruang tunggu, terlihat banyak keluarga kecil duduk berdempetan, ada yang nyuapin anaknya, ada yang peluk pasangannya erat-erat sebelum waktu boarding tiba. Rasanya, bandara bukan cuma tempat transit, tapi juga tempat menyimpan cerita-cerita kecil yang diam-diam bikin haru.

Bagi yang pulang lewat jalur darat, perjuangannya pun tak kalah berat. Jalan-jalan utama di Jogja seperti Prambanan, Wates, Piyungan, sampai Tempel, padat sejak pagi. Banyak kendaraan pribadi yang keluar masuk DIY, bikin beberapa titik sempat macet parah. Bahkan, beberapa ruas jalan dibuka secara fungsional untuk mengurai kepadatan. Dinas Perhubungan DIY menyebutkan, selama masa libur Lebaran, total kendaraan yang masuk Jogja mencapai lebih dari 2,3 juta. Jumlah itu berbanding lurus dengan yang keluar saat arus balik. Perjalanan yang biasanya hanya 10 jam bisa jadi molor sampai 17 jam. Tapi sebagian besar tetap dijalani dengan sabar---karena memang itulah rutinitas tahunan yang sudah jadi bagian dari budaya mudik.

Di tengah padatnya arus balik, ada satu hal yang patut diapresiasi: program Balik Gratis yang digelar di Terminal Giwangan Yogyakarta. Tahun ini, Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memberangkatkan warga menuju Jabodetabek secara gratis. Total ada 823 orang yang mengikuti program ini. Mereka berangkat naik bus nyaman tanpa dipungut biaya. Bagi sebagian orang, program seperti ini bukan hanya soal ongkos gratis, tapi juga rasa aman dan keberpihakan pada mereka yang mungkin sedang kesulitan secara ekonomi.

Melihat semua ini, satu hal yang terasa sangat jelas: arus balik bukan sekadar soal kembali ke kota masing-masing. Ia adalah momen ketika seseorang harus meninggalkan kenyamanan rumah untuk kembali menghadapi realita. Bukan perkara mudah untuk kembali ke rutinitas setelah seminggu penuh disuguhi masakan rumah, obrolan keluarga, dan suasana yang tenang. Tapi hidup tetap harus berjalan, dan perjalanan pulang adalah bagian dari itu.

Jogja, seperti biasa, selalu menyimpan sebagian hati siapa pun yang pernah tinggal di dalamnya. Setiap langkah keluar dari kota ini bukan cuma tentang jarak, tapi juga tentang rindu yang mulai tumbuh kembali. Suatu hari nanti, mereka yang hari ini pergi, pasti akan kembali. Entah saat libur Natal, cuti akhir tahun, atau mungkin mudik tahun depan. Karena Jogja bukan sekadar tempat tinggal---tapi rumah, pelukan, dan alasan untuk kembali pulang.

Semoga semua yang melakukan perjalanan arus balik tahun ini sampai dengan selamat. Semoga semua energi yang sudah dikumpulkan selama di rumah bisa jadi bahan bakar untuk menjalani hari-hari ke depan. Dan semoga, ketika tiba waktunya pulang lagi, Jogja tetap menyambut dengan pelukan yang sama hangatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun