Mohon tunggu...
Cathaleya Soffa
Cathaleya Soffa Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Bersyukur dan jalani saja hidup ini. Man jadda wa jadaa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dibalik Aksara Puitis Puisi

19 Februari 2015   23:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:52 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sangat terpesona membaca aksara kata yang mendayu-dayu. Dari berbagai jenis puisi yang dikenal hingga tidak dikenal, seperti puisi lama dengan karakternya dan puisi baru dengan sifatnya juga, mampu berkiprah menjadi hiburan menarik bahkan menginspirasi. Lantunan bait per baitnya begitu stabil dan mungkin membentuk irama yang begitu indah. Intinya, tiap kalimat yang disodorkan melalui berbagai kalimat elastis ini banyak memberikan kesan hipnotis yang begitu dalam bagi penikmatnya.

Puisi juga, dapat menawarkan berbagai imajinasi berupa harmoni rasa yang begitu pekat. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Alih-alih, seperti alunan musical yang begitu jelas not-notnya. Ia pun memiliki rima dan irama. Terkadang ia harus meninggikan suaranya dan pada saatnya nanti ia harus merendahkan suaranya. Seperti itulah puisi berlayar, seperti layaknya penikmat piano, gitar, biola, kecapi, seruling, harpa, violin dan masih banyak lagi jenis alat musik lainnya.Begitu merdu.

Puisi, bak buliran embun yang bergulir di dedaunan. Bening dan sarat makna kemudian mengalir begitu saja. Tiap kata yang ditulisnya penuh arti, baik itu tersirat maupun tersurat. Padanya dramatisasi dalam mengatur rima pun tak luput dari perhatian. Menjadi ajang yang sangat indah, ketika si penulis mampu memberikan efek stimulan bagi orang yang mebacanya dapat tersenyum, tertawa, menangis, mengagumi, marah, tersinggung, cemburu, berempati, simpati, mengumpat, dan patah hati.

Bagaimana cara membuat puisi yang baik sehingga ia mampu membuat si penikmat menjadi emosional? Banyak contoh sebenarnya, yang bisa mengembangkan daya imajinatif, ide maupun inspirasi. Dengan banyak membaca karya-karya hebat para sastrawan, seperti Taufik Ismail, WS Rendra, Mh Ainun Nadjib, Helvy Tiana Rosa, Kahlil Gibran paling tidak mampu mengatasi ketidakpekaan. Terpenting dalam kepenulisan skenario puisi ini, tak lepas dari pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kawan yang sedang putus cinta, merindukan seseorang, teman yang sedang marah kemudian patah hati atau seseorang yang merindukan ibunya, ayahnya, saudaranya, atau seorang presiden pun menjadi bidikannya. Siapapun yang ada dalam imajiner lembar-lembar otak ini jadilah seperti yang mereka rasakan dan itu tidak mudah. Menjadi orang lain bersama sifat dan karakternya tentu keluar dari habitat sesungguhnya.

Akhirnya, masih terus belajar. Proses, salah satu episode pembelajarannya. Pohon, ranting, daun, bunga, gunung, ngarai, lembah, laut, samudra, awan, langit, angin, kemudian berujung di tinta. Tak berhenti untuk menuangkan goresan. Apapun objeknya, pakaiannya rasa.

Tangerang, 19 Februari 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun