Mohon tunggu...
Mimpin Sembiring
Mimpin Sembiring Mohon Tunggu... Dosen Psikologi pada Sekolah Tinggi Pastoral Santo Bonaventura Delitua Medan

Suka belajar dan berenang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang Tua Wajib Tahu: Temukan Rahasia Talenta Anak Anda Melalui Tes Psikologi

21 Februari 2025   09:20 Diperbarui: 21 Februari 2025   11:56 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang Tua Wajib Tahu:

Temukan  Rahasia Talenta  Anak Anda melalui Tes Psikologi!

Pendahuluan

Suatu hari, seorang anak kecil pulang sekolah sambil membawa secarik kertas dari gurunya. Dengan wajah penuh harapan, ia menyerahkannya kepada ibunya dan bertanya, "Bu, ini surat apa?" Sang ibu membaca surat itu perlahan, matanya berkaca-kaca. Ia mengelus kepala anaknya, tersenyum, lalu berkata, "Nak, sekolah bilang kamu terlalu pintar! Mereka sampai kewalahan dan nggak bisa mengajarmu lagi. Jadi, mulai sekarang, kamu belajar sama Ibu saja di rumah."

Meski haanya diajari oleh sang ibu, anak itu pun belajar dengan semangat. Ia pun tumbuh dewasa. Akhirnya, ia  menjadi seorang penemu hebat yang mengubah dunia. Namanya? Thomas Alva Edison.

Bertahun-tahun kemudian, setelah ibunya meninggal, Edison menemukan surat itu kembali. Dengan tangan gemetar, ia membukanya dan membaca isinya. Dan ternyata... isinya beda jauh dari yang dikatakan ibunya! Surat itu berbunyi: "Anak Anda mengalami keterbelakangan mental. Kami tidak bisa lagi mengajarnya di sekolah ini."

Edison menangis. Bukan karena merasa dibodohi, tapi karena ia sadar bahwa ibunya telah menyelamatkannya dari rasa minder dan kegagalan.

Nah, sekarang pertanyaannya: "Kok bisa begitu?"

Kenapa sekolah melihat Edison sebagai anak bodoh, sementara ibunya melihatnya sebagai anak jenius?

Mari kita pikirkan sebentar. Ini seperti kalau ada kucing dan ikan, lalu kita kasih ujian "Siapa yang paling jago terbang?"

Ya jelas dua-duanya gagal! Tapi kalau ujiannya "Siapa yang paling jago nangkap tikus?", kucing menang telak! Kalau ujian renang? Ya sudah pasti ikan menang!

Tapi kalau tetap dipaksa, kucing malah frustrasi dan ikan stres berkepanjangan. Nah, kira-kira seperti itulah yang terjadi di dunia pendidikan kita. Sistem sekolah sering kali masih menilai anak-anak dengan cara yang seragam, padahal tiap anak punya kelebihan yang berbeda.

Kalau Thomas Alva Edison saja dulu hampir dianggap idiot, gimana anak-anak kita?

Bayangkan kalau Edison hidup di zaman sekarang. Bisa-bisa dia sudah didiagnosis sebagai "anak susah fokus", "kurang perhatian di kelas", atau "tidak memenuhi standar pembelajaran abad ke-21".

Lalu solusinya apa?

Disuruh ikut les tambahan!

Padahal, kalau anak nggak suka matematika, les matematika sebanyak apa pun tetap saja nggak akan bikin dia jadi Einstein!

Atau, kalau anak lebih suka menggambar daripada menghafal rumus, kita malah bilang, "Menggambar itu cuma hobi, Nak! Masa depanmu ditentukan oleh matematika dan IPA." Lha, kalau begitu, Leonardo da Vinci nggak akan pernah jadi terkenal sedunia!

Jangan-jangan, di rumah kita ada calon penemu hebat, musisi jenius, atau atlet berbakat, tapi bakatnya tenggelam karena kita sibuk ngecek nilai raportnya doang.

Makanya, penting banget buat orang tua dan guru untuk mengenali kecerdasan tersembunyi anak sejak dini. Jangan cuma lihat angka di raport, tapi lihat juga bakat aslinya.

Nah, solusinya?

Di sinilah tes psikologi berperan. Tes ini bisa membantu mengungkap talenta tersembunyi anak---apakah dia punya kecerdasan di bidang seni, logika, bahasa, olahraga, atau bahkan kepemimpinan.

Lantas, bagaimana cara kerja tes psikologi ini? Jenis talenta apa saja yang bisa terungkap? Dan bagaimana hasil tes ini bisa membantu masa depan anak Anda?

Yuk, kita bahas lebih dalam!

Fenomena di Sekolah: Ketika Potensi Anak Terabaikan

Pernah nggak, kita dengar guru bilang, "Anak ini sebenarnya pintar, cuma malas." atau "Dia sebenarnya bisa, tapi kurang fokus." Nah, ini kalimat klise  yang masih sering muncul di ruang guru saat pembagian raport. Tapi, apakah benar masalahnya cuma di malas dan di  kurang fokus? Atau jangan-jangan, kita yang belum menemukan cara terbaik buat mengenali dan mengembangkan potensi anak?

Bayangkan ada seorang anak yang nilai matematikanya jeblok terus. Orang tuanya pun panik. Solusinya? Langsung dicarikan les tambahan. Hasilnya? Tetap jeblok. Tapi anehnya, anak ini bisa menghafal lirik lagu sampai ratusan lagu tanpa kesalahan. Atau ada anak yang kesulitan memahami pelajaran di kelas, tapi begitu dikasih alat musik, tangannya langsung lincah memainkan nada yang bahkan gurunya saja nggak bisa!

Nah, pertanyaannya: apakah anak-anak ini bodoh? Tunggu dulu!

Memang, kalau kita pakai standar sekolah yang hanya mengutamakan nilai matematika dan sains, mungkin iya. Tapi kalau kita lihat dari sudut pandang yang lebih luas, mereka sebenarnya punya kecerdasan di bidang yang berbeda! Inilah yang sering terabaikan  di sekolah-sekolah kita.

Sistem Sekolah yang Seragam: Menyamakan Kucing dan Ikan dalam Tes Panjat Pohon

Albert Einstein pernah bilang, "Jika kamu menilai ikan dari kemampuannya memanjat pohon, dia akan menghabiskan seluruh hidupnya percaya bahwa dirinya bodoh." Sayangnya, sistem pendidikan kita sering melakukan hal ini. Semua anak diuji dengan standar yang sama, padahal mereka lahir dengan potensi yang berbeda-beda.

Misalnya, di sekolah ada ujian yang mengukur kepintaran yang hanya berdasarkan angka-angka di raport. Kalau anak jago matematika dan IPA? Langsung dipuji sebagai calon ilmuwan! Tapi kalau anak lebih suka menggambar atau olahraga? Dibilang kurang serius belajar!

Coba kita pikir: Kenapa kalau anak jago matematika dianggap pintar, tapi kalau anak jago menggambar malah cuma dianggap "punya hobi"?

Ini seperti menyuruh semua hewan---kucing, ikan, burung, dan gajah---untuk ikut lomba lari. Ya jelas burung bisa terbang duluan, ikan bakal kebingungan, dan gajah? Ya tetap gajah! Masalahnya, kita sering memaksa anak-anak untuk jadi sesuatu yang bukan dirinya.

Kenapa Banyak Potensi Anak yang Hilang di Sekolah?

Ada beberapa alasan kenapa banyak anak yang potensinya nggak terlihat di sekolah:

Sistem Pendidikan yang Terlalu Kaku

Mayoritas sekolah masih mengukur kecerdasan hanya dari kemampuan akademik. Padahal, Howard Gardner sudah menjelaskan ada delapan kecerdasan majemuk, mulai dari kecerdasan musikal, kinestetik, sampai kecerdasan interpersonal. Tapi sayangnya, yang dihargai hanya yang bisa diukur dengan angka.

Kurangnya Metode Belajar yang Beragam

Setiap anak punya cara belajar yang berbeda. Ada yang lebih mudah memahami lewat gambar (visual), ada yang lebih suka mendengar (auditori), dan ada yang harus langsung praktik (kinestetik). Tapi di kelas, hampir semua pelajaran disampaikan dengan metode yang sama: ceramah dan buku teks. Kalau nggak cocok? Ya susah berkembang!

Label "Anak Pintar" vs. "Anak Biasa Saja"

Sejak kecil, anak-anak sering diberi label. Kalau sering juara kelas, langsung dicap "anak pintar." Kalau nilainya standar atau di bawah rata-rata, sering dianggap "biasa saja" atau bahkan "bermasalah." Padahal, kecerdasan seseorang nggak selalu bisa diukur dari nilai ujian.

Fokus Berlebihan pada Hasil, Bukan Proses

Banyak sekolah lebih memperhatikan hasil akhir daripada proses belajar. Akibatnya, anak-anak terbiasa mengejar nilai, bukan mengejar pemahaman. Yang penting lulus, yang penting naik kelas. Sementara bakat aslinya? Nggak pernah benar-benar digali. Maka tidak heran, banyak anak yang menempuh jalan pintas: "kopekologi!"

Apa yang Harus Dilakukan?

Sekolah seharusnya jadi tempat untuk menemukan dan mengembangkan talenta anak, bukan sekadar menilai mereka dengan angka-angka. Orang tua dan guru perlu memahami bahwa setiap anak punya kecerdasan yang unik. Solusinya? Gunakan tes psikologi yang bisa membantu memetakan kecerdasan dan gaya belajar anak!

Dengan memahami cara berpikir dan potensi anak, kita bisa: Memberikan metode belajar yang sesuai. Mengarahkan anak pada bidang yang memang menjadi kekuatannya. Membantu mereka berkembang tanpa merasa gagal.

Jadi, jangan biarkan sistem pendidikan yang seragam mengaburkan atau bahkan mengubur talenta anak-anak kita. Saatnya kita melihat mereka dengan kacamata yang lebih luas. Sebab, bisa jadi di rumah kita ada calon musisi, seniman, atau atlet berbakat yang selama ini belum mendapatkan kesempatan untuk bersinar!

Lalu, bagaimana cara mengenali kecerdasan anak secara lebih spesifik? Yuk, kita bahas di bab berikutnya!

Penulis: Dr. Mimpin Sembiring, M.Psi., C.Ht

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun