Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pasrah Hati Seorang wanita

5 Desember 2021   00:28 Diperbarui: 5 Desember 2021   00:29 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilahbanten. Co.id

Langit  memerah. Lengkungan jingganya berwarna warni sebagai ornamen menuju kaki langit. Lukisan kemolekan alam yang tak terperi. Di pantai, deru ombak saling berkejaran, seiring derap langkah kaki telanjang anak nelayan yang mengikuti arah mata angin. Bermain dikecipak air laut.

Sinar mentari mulai meredup. Senja akan tiba. Cahayanya memerah. Deru angin di pantai tanjung Kerasak sepoi. Anak-anak nelayan masih bermain dengan kecipak air. Lahirkan suara harmoni alam. Disudut pantai seorang wanita berkulit putih masih bertahan. Lambaian daun pohon kelapa menjadi tempat sandarannya. Bola matanya amat asyik menyaksikan tingkah anak nelayan yang saling berkejaran diselingi derai tawa yang tak terbatas. Bebas lepas ke udara yang hampa. Tanpa beban sedikit pun.

Sinar mata wanita berkulit putih tampak nanar. Bola matanya menyirat kedukaan yang amat mendalam. Ada seonggok sesal dalam relung nuraninya yang terdalam. Ada rasa kesal yang tak terobati. Kedukaan hati yang tak terperi tampaknya. Ada kenestapaan yang tak mampu terpecahkan.

Wanita berkulit putih itu masih menatap tajam aksi anak-anak nelayan di pantai. Senja makin mengelam. Sekelam duka yang dialaminya. Sekelam hatinya. Bola matanya menyiratkan kelaraan yang sungguh amat mendalam. Ada seuntai kenestapaan dalam hati dan jiwanya. Ada rasa sesal yang terkandung. Ada beban hidup yang tak terperikan.

Narasi duka yang dia lontarkan kepada wanita-wanita sejawatnya sebagai bentuk kompensasi atas duka yang dialaminya ternyata berbuntut derita yang tak terperi yang tak mungkin dilupakannya. Dirinya sama sekali tak menyangka kondisi deritanya akan menjadi makin lara. Solusi sesaat yang dilontarkan wanita-wanita sejawatnya ternyata hanyalah instan. Solusi sesaat. Bukan penyelesaian masalah yang membelitnya.
" Sabar,Bu. Saya akan datangi wanita yang merengut kebahagian Ibu. Saya akan sadarkan dia. Saya akan nasehat dia.," ujar wanita sejawatnya yang tua dengan nada lembut.
" Dan ibu harus mempertahankan suami ibu sampai tetes darah penghabisan. Dasar wanita sundel dan tak bermartabat. Wanita perusak rumah tangga orang," pekik wanita tua itu lagi.
' Saya ikut bersedih Bu. Semoga ini adalah cobaan untuk Ibu dan keluarga yang kini sedang berada diatas angin. Mohon sabar saja,Bu. Banyak-banyak bertawakal kepada yang Maha Pengasih,' saran wanita sejawatnya yang seumuran dengan dia. 

Dan wanita berkulit putih itu merasa saat itu dukungan dan support dari para sejawatnya sungguh luarbiasa. Mareka datang dari berbagai penjuru arah mata angin. Tanpa diundang.Menyampaikan rasa simpati yang mendalam Seakan-akan ikut merasakan kedukaan yang dialaminya. Toleransi sesama kaum wanita.

Kehidupan rumah tangga wanita berkulit putih dengan keluarga  awalnya sungguh harmoni bak komposisi nada musik Mozzart yang dimainkan dalam sebuah orkestra. Suaminya seorang pekerja keras dan pecinta keluarga. Dua anak perempuan mareka sangat cantik dan pintar. Banyak keluarga yang iri melihat keharmonisan pasangan keluarga muda ini. Dan setiap kali berjumpa dengan para sejawatnya, ucapan harmoni dan serasi selalu didapatkannya dengan tulus dari sejawatnya.

Berkat kerja keras sang suami, kini mareka bisa dikategorikan hidup mapan. Rumah besar dengan halaman luas. Sebuah mobil sedan terparkir di halaman rumah. Pergaulan sang suami amat luas. Koneksinya banyak hingga ke luar daerah. Kolega suaminya kelompok bangsawan pikiran bangsa yang punya pengaruh penting dalam mengambil keputusan baik di daerah maupun pusat. Tak pelak dalam seminggu biasanya suaminya selalu keluar kota.

Pertemuan suaminya dengan wanita muda adalah awal keretakan dan disharmoni rumah tangga mareka. Wanita muda yang kecantikannya masih dibawah dirinya namun memiliki bola mata yang khas sehingga mampu menarik perhatian setiap orang yang berbincang dengannya, Kerenyahan tawa dan gaya bernarasi  yang simple dengan intonasi suara yang merdu adalah ciri khas wanita muda itu. Wanita berkulit putih itu tahu dengan wanita muda itu karena pernah berjumpa dalam sebuah arisan.

Ketika dirinya tahu dengan pertemanan sarat batiniah antara suaminya dengan wanita muda itu,Wanita berkulit putih itu merasa kebebasan yang diberikan kepada sang suami telah disalahgunakan sang suami. Suaminya dianggap telah melakukan korupsi kepercayaanya yang luarbiasa. Kepercayaan yang tulus ikhlas kepada suaminya yang telah diberikannya disalahgunakan secara tak bermoral oleh suaminya.

Tak pelak kegeramannya tak terkendali. Wanita berkulit putih yang dikenal sejawatnya sebagai wanita sederhana dan bijaksana menjelma menjadi macan. Menerkam kesana kemari tanpa kendali.
Dan ketika narasi kedukaan yang dilontarkannya kepada wanita-wanita sejawatnya, kedukaan terus melanda keluarga muda ini. Konon kabarnya isu tentang perselingkuhan suaminya menjadi penghias suratkabar lokal. Tak pelak suaminya drop atas pemberitaan itu. Suaminya amat terpukul atas berita itu.

Wanita muda itu awalnya merasa menang dan bahagia. Ada kepuasan bathin yang tiada tara. Senyum kemenangan mengambang dibibir dan jiwanya.Namun ternyata itulah sumber masalah yang akut dalam kehidupan rumah tangganya. Suaminya enggan keluar rumah.Pekerjaan suaminya pun terbengkalai. Aktivitasnya hanya memancing dan memancing. Pulang kerumah pun saat adzan magrib tiba. Dan perginya pun saat orang usai sholat subuh. Rutinitas seorang lelaki jantan yang terkulai.Rutinitas lelaki jantan yang telah terkubur.

Kenestapaan keluarga muda ini makin mengkristal ketika dirinya menjual rumah dan mobil yang dianggapnya sebagai pembawa petaka dalam keluarganya. Pasangan muda ini kembali mendiami rumah kontrakan yang amat jauh dari warga. Namun perilaku suaminya makin tak berubah. Memancing dan memancing. Tiada hari tanpa memancing. Keuangan mareka makin tergerus. Dan akhirnya wanita berkulit putih itu pun harus menjadi kepala keluarga.

Wanita berkulit putih ini terpaksa menjadi kepala keluarga. Dan hari-hari mareka yang dulunya amat harmoni kini menjelma bak dua seteru yang ingin saling menghabisi lawannya. Suaminya menganggap dirinya adalah sumber permasalahannya. Sumber petaka. Sumber kekacauan hidupnya.
" Kalau dulu kamu enggak mencurhatkan persoalan ini kepada orang, tak kan mungkin orang-orang tahu. Tak mungkin.Dan apakah kini mareka mau membantu kamu? Dan apakah mareka mau menanggung derita yang kamu dan kita hadapi sekarang ini?," tanya suaminya dengan nada tinggi. " Dan kamu memang sengaja ingin mempermalukan aku dihadapan kawan-kawan dan kolega ku sehingga aku jadi bahan lelucon dan tertawaan mareka," lanjut suaminya. Wanita berkulit putih itu hanya terdiam. Membisu seribu bahasa. Hanya airmata yang menetes dari dua bola matanya yang cantik. Dan memang hanya itu yang bisa dia lakukan setiapkali mareka bertengkar.
" Kamu seharusnya tahu dan mengerti kalau kita ini dalam keadaan diatas angin maka kita akan menjadi bahan perbincangan orang sekitar. Ibarat pohon makin tinggi pohonnya makin kencang anginnya. Dan mareka memang ingin menjatuhkan aku dan mempapakan aku sehingga aku seperti sekarang. Karena memang dari dulu mareka tak menginginkan aku maju dan besar. Dan apa untungnya kamu menarasikan persoalan ini kepada orang-orang,? teriak suaminya lagi dengan nada tinggi bak rocker. " Dan kamu mestinya tahu  hubungan saya dengan wanita itu hanya bersahabat. Hanya bersahabat belaka. Tak ada yang istimewa. Wanita itu hanya tempat saya mencurahkan segala kepenatan saya. Karena saya tidak mau kamu terbebani dengan pekerjaanmu mengurus anak-anak. Dan saya menganggap wanita itu hanya sekedar teman curhat semata. Teman bercerita semata. Tak lebih dari itu. Dan saya tidak menginginkan perkawinan dengan wanita itu," sambung suaminya dengan nada tinggi penuh emosi yang tak terkendali.

Wanita berkulit putih itu sungguh tak mengerti. Walaupun suaminya berteman dengan wanita muda secara gelap, namun kehidupan ekonomi mareka stabil. Distribusi dana dari suaminya lancar dan mengalir. Tak ada yang kurang, bahkan terkadang berlebihan.Kemanjaan dan romantisme mareka sebagai suami istri pun tetap terpelihara dan menggelora bak penganten baru. Tak ada yang janggal. Dan tak ada diskriminasi. Biasa saja sebagaimana mareka memulai hidup.

Namun sebagai wanita, dia merasa kehadiran wanita muda itu amat menganggu harmonisasi kehidupannya. Dan itu yang selalu wanita berkulit putih itu dengarkan dari celoteh-celoteh teman-teman sejawatnya yang mengklaim bahwa ketika seorang suami sudah berteman dengan wanita lain, maka akan dipastikan kehidupan rumah tangganya akan terancam roboh. Akan roboh.
" Suami kita kalau sudah berteman dengan wanita lain, kita dibiarkan dan dicuekkin. Tak ada rasa hormat lagi. Ada-ada saja kita ini kekurangannya," cerita teman sejawatnya saat mareka berkumpul.
" Buktinya Ibu Ajeng. Semenjak suaminya punya hubungan dengan wanita lain, pulang pun jarang. Duit susah. Bawaannya benci saja kalau dirumah," sambung teman sejawatnya yang lain.
" Nah kalau dengan Ibu berkulit putih ini, kita mestinya bisa belajar bagaimana tehniknya supaya suaminya tetap betah dan tidak memalingkan wajahnya kepada wanita lain," tanya rekan sejawatnya. Dan hanya senyum yang menjadi jawaban dari wanita berkulit putih itu.

Wanita berkulit putih itu tersadar. Terbangun dari lelapnya lamunan. Adzan magrib telah terdengar. Sungguh merdu.  Langit makin menghitam.Anak-anak nelayan pun telah menghilang .Hanya deru ombak pantai yang masih terlihat saling berkejaran menuju pantai sebagai pelabuhan terakhirnya.

Senja tampaknya akan berakhir seiring hadirnya cahaya rembulan yang akan saling bertemu dengan gemerlap bintang-bintang dilangit. Cahaya rembulan yang indah bersama gemerlapan bintang dilangit mengantarkan wanita berkulit putih menuju rumahnya. Dan wanita berkulit putih itu terus berjalan sambil membayangkan beban apa lagi yang akan dihadapinya setiba di rumah. Sementara wanita-wanita sejawatnya kini hilang entah kemana seiring hilangnya keharmonisan rumah tangganya menuju jurang.

Toboali, minggu pagi, 5 Desember 2021

Salam sehat dari Kota Toboali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun