Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: [RTC] Peluit Kejujuran

8 November 2021   06:03 Diperbarui: 8 November 2021   06:06 2382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sepi," jawab Markudut dengan suara lesu.

Sembari menatap kopi yang baru saja disuguhkan Mbok Iyem, pemilik Kedai Kopi, mata tua Markudut teringat dengan istri dan anaknya di rumah. Entah apa yang mereka makan pagi ini. Setahunya, beras di rumahnya sudah menipis. Hanya cukup untuk dimasak pagi ini. 

Markudut mendongak. Terlihat olehnya langit mulai cerah. Beberapa kendaraan mulai masuk ke dalam halaman Toko serba ada itu. Senyum mengembang dari wajah tuanya. Dengan penuh semangat, dia berlari menyebrang jalanan menuju halaman Toko serba ada itu.

Matahari sudah diatas kepala. panasnya sangat terasa. Mata Markudut tiba-tiba menatap sebuah dompet yang tergeletak di halaman Toko serba ada itu. Secepat kilat, tangannya mengambil dompet itu. 

Dan betapa kagetnya Markudut, saat dompet itu dibuka, puluhan bahkan mungkin ratusan lembaran uang bergambar Sukarno Hatta tersusun rapi dalam dompet itu.

Mata Markudut menatap ke kiri dan ke kanan. Tan tak ada seorang pun yang ada disekitarnya. Hanya beberapa mobil milik pembeli yang terparkir  di halaman Toko serba ada itu. Markudut menjauh. Pergi ke sebuah WC yang ada dibelakang Toko serba ada itu. Jiwanya diliputi kerisauan yang luar biasa yang menerjang jiwanya. Sementara tangan tua gemetar.

Markudut tiba-tiba teringat dengan anak dan istrinya. lelaki tua itu teringat pula dengan tausiah dari Pak Ustad di masjid. Jiwanya bergemuruh. Sekujur tubuhnya dilanda kerisauan yang sungguh amat luarbiasa. Sementara suara yang datang memaksanya untuk mengambil uang itu.

" Itu uang milikmu. Engkau tak mencurinya.Engkau menemukannya. Kapan lagi kamu berkesempatan memiliki uang sebanyak itu. Kamu akan kaya raya.Kamu tak perlu lagi menjadi tukang parkir. Kamu sudah menjadi orang kaya.  Ambil uang itu. Ambil uang itu. Cepat bawa pulang uang itu," suara itu terus merecoki jiwa Markudut.

Cahaya matahari mulai menipis. Tanda senja telah tiba. Markudut pulang ke rumahnya. Rumah kecil yang dia tempati bersama anak semata wayangnya dan istrinya. Di rumah, istrinya menyambutnya dengan hangat.

" Bapak pasti sudah capek dan lapar ya. Ayo makan dulu, ibu sudah sediakan makanan!" ajak istrinya.
"Aku mau mandi dulu ya, Bu. Badanku sangat kegerahan," ucap Markudut sambil membawa handuk dan pergi ke kamar mandi.

Selesai mandi, Markudut menghampiri meja makan. Istri dan anaknya sudah menunggu di meja makan. Sebelum makan tak lupa mereka berdoa dan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Sang Maha Pengasih. Mereka  makan dengan lahapnya walau dengan lauk seadanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun